Jumat, 09 Desember 2016

Kaidah-Kaidah Fikih Tentang Keuangan Islam (2/2)


24. Apa yang dibolehkan adanya kemudharatan di ukur menurut kadar kemudharatannya.
yang membolehkan seseorang menempuh jalan yang semula haram itu adalah karena kondisi yang memaksa. Jika keadaannya sudah normal maka hukum akan kembali menurut statusnya. Oleh karena itu, wajar kalau syara memberi batas dalam mempergunakan kemudahan karena darurat itu menurut ukuran daruratnya semata-mata untuk melepaskan diri dari bahaya. 
25. Mengutamakan orang lain dalam urusan ibadah adalah makruh dan dalam urusan selain ibadah adalah disenangi 
contoh penerapannya adalah mendahulukan orang lain dalam menerima zakat atau mengutamakan orang lain dalam kesempatan bekerja dengan harapan agar orang lain itu mendapat keuntungan yang lebih banyak dan sebagainya adalah terpuji, sedangkan seorang makmum dalam sholat berjamaah mengetahui bahwa di shaf awal masih ada yang kosong, kemudian menyuruh orang lainmengisinya adalah makruh hukumnya. 
26. Pengikut hukumnya tidak tersendiri 
contohnya, seperti jual beli binatang yang sedang bunting, anak yang di dalam kandungannya termasuk ke dalam akad itu. Menyembelih hewan yang sedang bunting, setelah dikeluarkan ternyata mati, ini termasuk dalam penyembelihan induknya. Begitu juga ulat yang ada di dalam buah-buahan seperti ulat makanan dan sayur-sayuran, boleh dimakan asal tidak dipisahkan dengan makanan atau sayuran tersebut. 
27. Dapat dimaafkan bagi yang meniru, tidak demikian bagi yang memulai 
contoh penerapannya, jual beli tanaman muda tidak boleh, melainkan harus ditebas atau ditebang seketika. Jika menjual sebidang tanah, maka tanaman apapun yang ada di dalamnya biar masih muda sekalipun hukumnya boleh, karena tanaman-tanaman tersebut ikut terjual. 
28. Mengamalkan maksud suatu kalimat lebih utama dari pada menyianyiakan 
orang berwasiat memberikan hartanya kepada anak-anaknya padahal ia sudah tidak mempunyai anak lagi kecuali cucu-cucunya, maka harta harus diberikan kepada cucu-cucunya 
29. Rela terhadap sesuatu adalah juga rela terhadap apa yang timbul dari sesuatu itu
yang timbul dari sesuatu yang telah diizinkan tidak ada pengaruh baginya.

30. “Fardhu itu lebih utama daripada sunnat”
contohnya, membebaskan pembayaran hutang orang yang dalam kesulitan, lebih utama daripada penundaan pembayaran hutang, karena pembebasan pembayaran hutang hukumnya sunnat, sedangkan penundaan hutang hukumnya wajib dibayar oleh orang yang berhutang
31. Sesuatu yang sedang dijadikan obyek perbuatan tertentu, tidak boleh dijadikan obyek perbuatan tertentu yang lain
contohnya, tidak boleh barang yang sudah dijadikan jaminan sesuatu hutang, kemudian dijadikan hutang yang lain. Demikian pula, orang yang sudah kontrak dengan suatu perusahaan dalam tertentu tidak boleh mengadakan kontrak kerja lagi pada waktu yang sama dalam masalah itu. 

32. Barang siapa berusaha menyegerakan sesuatu yang sebelum waktunya, menanggung akibat tidak mendapatkan sesuatu itu 
Contohnya : 
Dalam masalah waris, karena salah seorang anggota ahli waris tergesa-gesa untuk mendapatkan harta waris kemudian membunuh terhadap orang yang akan meninggalkan harta waris, maka akibatnya si pembunuh tidak boleh mendapatkan harta warisan 
Khamar kalau berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka hukumnya menjadi halal. Namun jika berubahnya karena rekayasa, maka hukumnya tetap haram. 

33. Kekuasaan yang khusus lebih kuat daripada kekuasaan yang umum 
contohnya, seorang hakim tidak dapat mendayagunakan harta anak yatim yang berada di bawah kekuasaan wali/orang yang mendapat washiat/kepercayaan dari ayah anak yatim itu sebelum meninggal, sebab wali dan orang yang mendapat kepercayaan/washiat tadi adalah mempunyai kekuasaan khusus terhadap anak yatim itu. Kedudukannya lebih kuat dari kedudukan hakim.

34. Tidak dipegangi sesuatu (hukum) yang berdasarkan pada zhan (dugaan kuat) yang jelas salahnya 
contohnya seperti orang yang memberikan zakat kepada orang yang ia kira mustahiknya padahal bukan, maka tidak sah zakatnya. Begitu juga halnya jika seseorang mantan suami memberi nafkah kepada mantan istrinya yang telah di talak bain, karena mantan istrinya sedang hamil, akan tetapi ternyata tidak hamil, maka mantan suami itu berhak menarik kembali uang nafkah yang telah diberikannya. 
35. Berbuat yang bukan dimaksud berarti berpaling dari yang dimaksud 
contohnya seperti orang berusaha mengambil syuf’ah. Pada waktu berjumpa dengan orang yang telah membelinya, dia berkata 
“kamu beli dengan harga berapa?” atau “apakah kamu telah membelinya dengan harga murah?” di sini hak syuf’ah menjadi gugur, sebab mengambil syuf’ah harus segera. 
36. Sesuatu yang tidak dicapai keseluruhannya tidak ditinggalkan keseluruhannya 
37. Sesuatu yang tidak dicapai seluruhnya tidak ditinggalkan sebagaiannya.
contohnyajika harta yang dimiliki sudah mencapai nishab untuk dikeluarkan zakatnya, hanya saja sebagian ada padanya, sedang sebagian lagi ada pada orang lain, wajib dikeluarkan zakat apa yang ada padanya itu seketika.

Baca Juga : Kaidah-Kaidah Fikih Tentang Keuangan Islam (1/2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar