Sabtu, 23 April 2016

Consumer Behavior: A Managerial And Consumer Perspective

Dengan meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen serta bertambah banyaknya produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen menyebabkan perilaku seseorang dapat berubah-ubah setiap saat.
Perilaku konsumen perlu dipelajari agar kita dapat mengetahui perubahan konsumen terutama  dalam hal selera, kebutuhan dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Perilaku konsumen adalah  perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan dan mengevaluasi  atau menolak produk, jasa atau ide yang diharapkan dapat memuaskan keinginannya, hal ini bermaksud suatu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik perseorangan yang dilakukan dalam mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan atau menolak barang atau jasa.
Filosofi Dasar Pemasaran Yang Sukses:
  1. Menentukan kebutuhan konsumen.
  2. Identifikasi segmen konsumen menurut kebutuhannya.
  3. Melakukan positioning produk baru atau positioning ulang produk lama dalam menemukan yang membutuhkannya.
  4. Mengembangkan strategi pemasaran untuk mengkomunikasikan dan mengirimkan manfaat produk
  5. Mengevaluasi strategi-strategi untuk keefektifannya.
  6. Memastikan bahwa strategi tersebut tidak mencurangi atau menyesatkan konsumen yang mereka implementasikan dalam tanggung jawab sosial.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran yang efisien, efektif dan bertanggung jawab serta dapat berpedoman pada salah satu filosofi pemasaran. Ada lima filosofi pemasaran yang mendasari cara organisasi melakukan kegiatan-kegiatan pemasarannya (Philip Kotler, 2000), yaitu:
a)      Konsep Berwawasan Produksi.
Konsep berwawasan produksi berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya.
b)     Konsep Berwawasan Produk.
Konsep berwawasan produk berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya.
c) Konsep Berwawasan Menjual.
Konsep berwawasan menjual berpendapat bahwa konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup, artinya konsumen enggan membeli dan harus didorong supaya membeli, serta perusahaan mempunyai banyak cara promosi dan penjualan yang efektif untuk merangsang pembeli.
d) Konsep Berwawasan Pemasaran.
Konsep berwawasan pemasaran berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari pada saingannya.
   Perubahan Orientasi Konsumen
  1. Memacu riset perilaku konsumen
  2. Membuat kerangka kerja yang berorientasi konsumen untuk strategi pemasaran.
  3. Mendorong Pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk membeli.
  4. Memperhatikan segmen pasar
  5. Memperhatikan Positioning produk dalam menemukan kebutuhan konsumen.
  6. Membuat seleksi periklanan dan personal selling.
  7. Membuat seleksi media dan distributor.
Trend Dalam Perilaku Konsumen
  1. Orientasi nilai yang besar pada beberapa konsumen
  2. keinginan untuk mendapatkan informasi
  3. keinginan untuk kostumisasi produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen
Dasar Informasi Untuk Memahami Perilaku Konsumen
1. Data sekunder
Pencarian data sekunder biasanya mengiringi pernyataan tujuan. Informasi sekunder adalah setiap data yang dihasilkan oleh organisasi dari luar, data dari dalam perusahaan untuk studi sebelumnya. Hasil riset sekunder terkadang sudah memberikan pengertian yang cukup mengenai masalah yang ada sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan riset primer. Sering data sekunder menjadi petunjuk dan pengaruh bagi rancangan riset primer.
Data sekunder dapat berupa: Data sensus, Pelayanan sindikat, Database pemasaran

2. Data primer
Rancangan studi riset didasarkan pada tujuan studinya. Jika informasi deskriptif dibutuhkan, maka studi kuantitatif yang dilakukan; jika tujuannya adalah memperoleh gagasan baru, maka studi kualitatif yang dilakukan. Karena pendekatan untuk tiap-tiap jenis riset berbeda dari sudut metode pengumpulan data, rancangan sampel, dan macam alat pengumpulan data yang digunakan, tiap-tiap pendekatan riset dibahas secara terpisah sebagai berikut.
Data primer dapat berupa: Penelitian kualitatif, Penelitian survey, Penelitian eksperimen , Penelitian observasi
Pendekatan Dalam Mempelajari Perilaku Konsumen:
  1. Pendekatan Manajerial
  2. Pendekatan Holistik
  3. Menyeimbangkan Pandangan
Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Konsumen
1)      Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh ; (1). Kebutuhan konsumen, (2). Persepsi atas karakteristik merek,  dan  (3).  Sikap kearah pilihan. Sebagai tambahan,  pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.
2)      Pengaruh Lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh (1). Budaya (Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), (2). Kelas sosial  (keluasan grup sosial ekonomi atas harta  milik konsumen), (3). Grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan (4). Faktor menentukan yang situasional (situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha).
Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu,  digambarkan sebagai  umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan  pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan  berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi. 

Panah  umpan balik mengarah kembali  kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak  menceritakan kepada  pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang.  Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik. 

Rabu, 20 April 2016

Etika dan Bisnis Global

Permasalahan Etika Bisnis Dalam Bisnis Internasional

 
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis dunia internasional sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan bisnis internasional.  Penilaian terhadap suatu tindakan terkait bisnis yang dianggap baik atau buruk dan benar atau  salah seringkali berbeda di antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di dalam suatu negarapun penilaian ini sering berbeda dikarenakan perbedaan di dalam budaya dari masyarakatnya. Di samping faktor budaya, perbedaan pandangan ini juga sering dipengaruhi oleh sistem perekonomian dan sistem pemerintahan suatu negara, disamping kepercayaan dan agama yang ada di masyarakat.

Hakikat Bisnis Internasional
Bisnis internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan melewati batas negara. Transaksi bisnis seperti ini merupakan transaksi bisnis internasional (International Trade). Sedangkan Transaksi bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau individu di negara lain disebut Pemasaran Internasional atau International Marketing. Pemasaran internasional berbeda dengan Bisnis Internasional.
1.                   Bisnis internasional
Dalam perdagangan internasional yang merupakan transaksi antar Negara itu biasanya dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan cara ekspor dan impor.
2.                   Pemasaran internasional
Transaksi bisnis internasional ini pada umumnya merupakan upaya untuk memasarkan hasil produksi di luar negeri. Dalam hal ini maka pengusaha akan terbebas dari hambatan perdagangan dan tarif bea masuk karena tidak ada transaksi ekspor impor. Transaksi ini dapat ditempuh dengan cara:
– Licencing
– Franchising
– Management Contracting
– Marketing in Home Country by Host Country
– Joint Venturing
– Multinational Coporation (MNC)
Semua bentuk transaksi internasional memerlukan transaksi pembayaran yang sering disebut fee. Negara (Home Country) harus membayar, sedangkan pengirim (Host Country) memperoleh fee tersebut

Prinsip Etika Bisnis dalam Bisnis Internasional

Dewasa ini, perusahaan-perusahaan bisnis internasional, terutama yang besar, pada umumnya sudah memiliki pedoman etika bisnis di dalam perusahaannya. Kode etik internasional pertama di bidang bisnis adalah ”The Caux Round-Table Principles for Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh  eksekutif puncak dari berbagai perusahaan multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (seperti Matsuhita, Philips, Ciba-Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell). Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar dalam etika, yaitu konsep Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama demi kesejahteraan umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat manusia) yang mengacu pada kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan, tidak semata-mata sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau bahkan untuk melaksanakan kehendak mayoritas.

Kode etik ini terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu mukadimah, prinsip-prinsip umum, dan prinsip-prinsip stakeholder. Prinsip-prinsip umum dari ”The Caux Round-Table Principles for Business”  adalah sebagai berikut.

Prinsip 1. Tanggung Jawab Bisnis Dari “Shareholders” ke “Stakeholders”
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan kerja yang diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada konsumen dengan harga wajar yang sebanding dengan mutu. Untuk mampu menciptakan nilai itu, sebuah organisasi bisnis haruslah mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya, namun kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang mencukupi. Bisnis memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua pelanggan, karyawan dan pemegang saham dengan membagikan kekayaan yang diciptakannya. Para pemasok dan pesaingpun berharap bahwa organisasi-organisasi bisnis menghormati kewajiban-kewajiban mereka dengan semangat kejujuran dan keadilan. Sebagai warga yang bertanggung jawab dari komunitas lokal, nasional, regional dan global dimana mereka beroperasi, organisasi-organisasi bisnis ikut serta dalam menentukan masa depan komunitas-komunitas itu.

Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis : Menuju Inovasi, Keadilan dan Komunitas Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk membangun, memproduksi atau menjual juga harus memberi sumbangan pada pembangunan sosial negara-negara itu dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan membantu meningkatkan daya beli warga negara setempat. Organisasi-organisasi bisnis harus juga menyumbang pada hak-hak azasi manusia, pendidikan, kesejahteraan dan vitalisasi negara-negara tempat mereka beroperasi. Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan ekonomi dan sosial tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga bagi komunitas dunia pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara efektif dan bijaksana, kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di bidang teknologi, metode-metode produksi, pemasaran dan komunikasi.

Prinsip 3. Perilaku Bisnis : Dari Hukum Tersurat ke Semangat Saling Percaya
Dengan tetap mengakui keabsahan rahasia-rahasia dagang, organisasi-organisasi bisnis haruslah menyadari bahwa kelurusan hati, ketulusan, kejujuran, sikap memegang teguh janji, dan transparansi, bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas dan stabilitas bisnis sendiri, tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-transaksi bisnis, khususnya pada tingkat internasional.

Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan perdagangan yang lebih bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan, perlakuan yang seimbang dan adil bagi seluruh partisipan, organisasi-organisasi bisnis wajib menghormati aturan-aturan internasional dan domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari bahwa perilaku-perilaku tertentu, biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan.

Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral
Organisasi-organisasi bisnis wajib mendukung sistem perdagangan multilateral dari GATT/WTO serta kesepakatan-kesepakatan internasional serupa. Mereka wajib bekerja sama dalam upaya-upaya untuk memajukan liberalisasi perdagangan yang progresif dan sesuai dengan akal sehat dan untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian domestik yang secara tidak masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap menghormati tujuan-tujuan kebijaksanaan nasional.

Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam
Bisnis wajib melindungi dan, dimana mungkin, meningkatkan lingkungan alam, mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dan mencegah terjadinya pemborosan sumber-sumber daya alam.

Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis
Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata terhadap penyuapan, pencucian uang (money laundering), atau praktek-praktek korup lainnya, bahkan bisnis wajib untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk membasmi praktek-praktek itu. Bisnis wajib untuk tidak memperdagangkan senjata atau barang-barang lain yang diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris, perdagangan obat bius, atau kejahatan terorganisasi lainnya.

Etika dalam konteks lintas budaya dan internasional
Cara untuk mengkarakteristik perilaku etis dalam konteks lintas budaya dan internasional adalah dengan menilai bagaimana suatu organisasi memperlakukan karyawan-karyawannya, bagaimana karyawan – karyawan memerperlakukan  organisasi, dan bagaimana keduanya (organisasi dan karyawan) memperlakukan agen ekonomi.
1.                   Bagaimana organisasi memperlakukan karyawan
Di satu sisi organisasi dapat berusaha untuk mempekerjakan orang-orang terbaik, untuk memberikan kesempatan yang luas untuk keterampilan dan pengembangan karir, untuk memberikan kompensasi dan tunjangan yang sesuai, dan umumnya menghormati hak-hak pribadi dan martabat setiap karyawan.  Sedangkan disisi lain perusahaan dapat mempekerjakan berdasar kriteria yang merugikan dan kesukaan, dapat sengaja membatasi kesempatan berkembang, dapat memberikan kompensasi yang minim, dan dapat memperlakukan karyawan dengan keras dan sedikit memperhatikan kebebasan pribadi. Dalam prakteknya, bidang-bidang yang rentan perbedaan terhadap etika meliputi mengangkat dan memberhentikan karyawan, upah dan kondisi kerja, privasi dan menghargai karyawan. Di beberapa negara petunjuk etika dan hukum menyarankan bahwa pengangkatan dan keputusan harus didasarkan semata-mata pada kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan. Tetapi di negara lain adalah sah untuk memberikan perlakuan yang istimewa kepada individu-individu berdasar jenis kelamin, etnik, usia, atau faktor lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
2.                   Bagaimana karyawan memperlakukan organisasi
Banyak isu yang berkaitan dengan bagaimana karyawan memperlakukan organisasi . Isu sentris sentral dalam hubungan ini meliputi konflik kepentingan, kerahasiaan dan kejujuran.
Konflik kepentingan terjadi jika sebuah keputusan mempunyai potensi yang menguntungkan dan mungkin merugikan organisasi. Persepsi etis mengenai pentingnya konflik kepentingan berbeda bagi masing-masing budaya.
Membuka rahasia perusahaan dipandang etis di beberapa negara, tetapi tidak di Negara lainnya. Karyawan yang bekerja untuk bisnis dalam industri yang memiliki persaingan ketat, dapat tergoda untuk menjual informasi tentang rencana penjualan ke kompetitor.
Bidang ketiga yang perlu diperhatikan adalah kejujuran secara umum. Problem yang umum di bidang ini meliputi hal-hal seperti menggunakan telepon kantor untuk telepon jarak jauh demi kepentingan pribadi, mengambil barang-barang kantor, dan menggelembungkan biaya-biaya. Dalam beberapa budaya bisnis, tindakan-tindakan seperti ini dipandang tidak etis.
3.                   Bagaimana organisasi dan karyawan memperlakukan agen ekonomi
Agen ekonomi meliputi konsumen, kompetitor, pemegang saham, pemasok, dealer, dan serikat pekerja. Jenis interaksi antara organisasi dengan agen-agen ini rentan terhadap ambigu etis yang meliputi iklan dan promosi, pembukaan rahasia keuangan, pemesanan dan pembelian, pengiriman dan pemindahan, tawar menawar dan negosiasi, dan hubungan bisnis yang lain.
Perbedaan praktek bisnis antar negara menimbulkan kerumitan secara etis bagi perusahaan dan karyawan mereka. Di beberapa negara uang suap dalam jumlah kecil dan biaya lain-lain adalah normal dan menjadi sebuah kebiasaan dalam bisnis : perusahaan asing sering mengikuti kebiasaan lokal tanpa melihat apakahini dianggap sebagai prektek yang etis di negara asal.
Kebijakan Perdagangan Internasional
1.                   Penetapan Tarif atau Bea Masuk
Tarif atau bea masuk dikenakan pada barang impor. Tarif atau bea masuk ini juga biasa disebut dengan pajak atas barang-barang impor. Setiap barang yang masuk ke dalam pasar dalam negeri dikenai bea masuk. Tujuan penetapan tarif atau bea masuk ini adalah sebagai berikut.:

a. Menghambat Impor Barang-barang/Jasa Luar Negeri dengan Penetapan Pajak yang Tinggi Atas Barang-barang Impor, Terutama atas barang-barang impor yang tidak mempunyai nilai guna dan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Misalnya, impor barangbarang mewah. Bila nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor maka akan mengganggu perekonomian nasional. Persediaan devisa negara akan terkuras untuk membiayai impor bila tanpa diimbangi dengan adanya ekspor. Negara memerlukan devisa yang cukup untuk membiayai pembangunan.

b. Melindungi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri
Untuk melindungi produk dalam negeri yang lebih mahal daripada harga barang impor maka pemerintah menetapkan tarif yang tinggi. Dengan demikian, harga jual barang impor di dalam negeri menjadi lebih tinggi daripada harga barang produksi dalam negeri sehingga produk dalam negeri tetap dapat bersaing. Pajak atau bea masuk akan menambah harga jual suatu barang/jasa impor.

c. Menambah Pendapatan Pemerintah dari Pajak
Penarikan tarif pajak barang/jasa impor merupakan pemasukan bagi anggaran pendapatan dan belanja negara khususnya dalam subpenerimaan pajak

2.                   Kuota
Kuota merupakan salah satu cara melakukan proteksi yang sifatnya nontarif. Kuota adalah suatu kebijaksanaan untuk membatasi jumlah maksimum yang dapat diimpor. Hal ini dilakukan apabila pemerintah tidak melakukan pelarangan impor suatu barang tetapi tidak juga ingin menarik bea masuk atau tarif karena khawatir akan menaikkan harga dalam negeri. Menurut GATT/WTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan dalam hal sebagai berikut:
a. untuk melindungi hasil pertanian
b. untuk menjaga keseimbangan balance of payment
c.   untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional.

3.                   Subsidi
Agar produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan maka pemerintah memberikan subsidi kepada produsen.Subsidi yang diberikan dapat berupa mesin-mesin, peralatan, tenaga ahli, keringanan pajak, fasilitas kredit, dan sebagainya.

4.                   Politik Dumping
Dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional (international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan yang dibayar konsumen di dalam negeri.
Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut.
a. Persistant dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan (continous) dari suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh laba maksimum dengan menetapkan harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri.
b. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya di luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara (temporary), sehingga dapat mematikan atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah dapat memonopoli pasar, barulah harga kembali dinaikkan untuk mendapatkan laba maksimum.
c. Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadic dibandingkan harga di dalam negeri karena adanya kelebihan produksi di dalam negeri.
Pelaksanaan politik dumping dalam praktik perdagangan internasional dianggap sebagai tindakan yang tidak terpuji (unfair trade) karena dapat merugikan negara lain. Untuk itu, WTO sebagai organisasi perdagangan dunia menganut prinsip nondiskriminasi (Nation Treatment Clause/NTC). Nation Treatment Clause/NTC merupakan prinsip memberi perlakuan yang sama terhadap produk luar negeri maupun produk dalam negeri. Sesuai ketentuan WTO, bagi negara yang dirugikan dapat mengambil tindakan anti dumping duties (tindakan anti dumping)

Isu tentang etika di dalam bisnis internasional
Banyak dari isu-isu etis dan dilema dalam bisnis internasional berakar pada kenyataan bahwa sistem politik, hukum, pembangunan ekonomi, dan budaya bervariasi secara signifikan dari bangsa untuk bangsa. Dalam pengaturan bisnis internasional, yang paling umum melibatkan isu-isu etis yang meliputi
– Praktek tenaga kerja
– HAM
– Lingkungan peraturan
– Korupsi
– Kewajiban moral perusahaan multinasional
Norma-norma Moral yang umum pada taraf Internasional

Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam etika filosofis adalah relatif tidaknya norma-norma moral. Kami berpendapat bahwa pandangan yang menganggap norma-norma moral relatif saja tidak bisa dipertahankan. Namun demikian, itu tidak berarti bahwa norma-norma moral bersifat absolut atau tidak mutlak begitu saja. Jadi, pertanyaan yang tidak mudah itu harus bernuansa. Masalah teoritis yang serba kompleks ini kembali lagi pada taraf praktis dalam etika bisnis internaasional. Apa yang harus kita lakukan ,jika norma di Negara lain berbeda dengan norma yang dianut sendiri? Richard De George membicarakan tiga jawaban atas pertanyaan tersebut, ada 3 pandangan mengenai pertanyaan di atas sebagai berikut :

a.       Menyesuaikan Diri
Untuk menunjukkan sikap yang tampak pada pandangan ini menggunakan peribahasa “Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma”, Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu, yang sama dengan peribahasa orang Indonesia “Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung”. Norma-norma moral yang penting berlaku di seluruh dunia. Sedangkan norma-norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di berbagai tempat. Itulah kebenaran yang terkandung dalam pandangan ini. Misalnya, norma-norma sopan santun dan bahkan norma-norma hukum di semua tempat tidak sama. Yang di satu tempat dituntut karena kesopanan, bisa saja di tempat lain dianggap sangat tidak sopan.

b.      Regorisme Moral
Pandangan kedua memilih arah terbalik. Pandangan ini dapat disebut “rigorisme moral”, karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di negerinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Mereka berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak mungkin menjadi kurang baik di tempat lain.
Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan regorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat di tempat lain. Namun para penganut rigorisme moral kurang memperhatikan bahwa situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.

c.       Imoralisme Naif
Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada norma-norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupun hanya sejauh ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain itu, kita tidak terikat norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan terganggu.

Aspek etis dari Korporasi Multinasional

Fenomena yang agak baru di atas panggung bisnis dunia adalah korporasi multinasional. Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai status korporasi multinasional (KMN), tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya. Kita semua mengenal KMN seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, AT & T, General Motors, IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony, Philips, Unilever yang mempunyai kegiatan di seluruh dunia dan menguasai nasib jutaan orang.

Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas tinggi, KMN  menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri pada masalah-masalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang. Tentu saja, negara-negara berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk melindungi diri. Misalnya, mereka tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa merusak atau melemahkan suatu industri dalam negeri. Beberapa negara berkembang hanya mengijinkan KMN membuka suatu usaha di wilayahnya, jika mayoritas saham (sekurang-kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga negara setempat.
Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN lebih mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN, sedangkan tiga aturan terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus seperti pabrik kimia atau instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:
a. Koorporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung. Dengan sengaja mengakibatkan kerugian bagi orang lain selalu merupakan tindakan yang tidak etis. Norma pertama ini mengatakan bahwa suatu tindakan tidak etis, bila KMN dengan tahu dan mau mengakibatkan kerugian bagi negara biarpun tidak dengan sengaja atau langsung- menurut keadilan kompensatoris ia wajib memberi ganti rugi.
b. Koorporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi negara dimana mereka beroperasi. Hampir semua kegiatan manusia mempunyai akibat jelek,bisnis tidak tekecuali. Norma kedua menuntut secara menyeluruh akibat- akibat baik melebihi akibat- akibat jelek. Norma ini tidak membatasi diri pada segi negatif, tapi memerintahkan sesuatu yang positif da ditegasakan lagi bahwa yang positif harus melebihi yang negatif.

c. Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi kepada pembangunan negara dimana dia beroperasi. KMN harus menyumbangkan juga pada pembangunan negara berkmbang. KMN harus bersedia melakukan alih teknologi dan alih keahlian.

d. Koorporasi multinasional harus menghormati HAM dari semua karyawannya. KMN harus memperhatikan tentang upah dan kondisi kerja di negara berkembang.

e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, korporasi multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dengannya, bukan menantangnya. KMN akan merugikan negara dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati kebudayaan setempat.KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai- nilai budaya stempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri.

f.  Koorporasi multinasional harus membayar pajak yang “fair”. Setiap perusahaan multinasional harus membayar pajak menurut tarif yang telah ditentukan dalam suatu negara. KMN akan mendukung dibuatnya dan dilaksanakannnya peraturan internasional untuk menentukan pembayaran pajak oleh perusahaan- perusahaan internasional.

g.  Koorporsi multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam mengembangkn dan menegakkan “backgroud institutions” yang tepat. Yang dimaksud “background institutions” adalah lembaga- lembaga yang mengatur serta memperkuat kegiatan ekonomi dan industri suatu negara.

h.  Negara yang memiliki mayoritas sham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut. Norma ini mengatakan bahwa tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik mayoritas saham.

i.    Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman. Yang membangun pabrik- pabrik berisiko tinggi harus juga merundingka prosedur- prosedur keamanan bagi mereka yang menjalankan pabrik tersebut. KMN bertanggung jawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina secara sebaik mungkin mereka yang akan mengoperasikan pabrik itu.

j.   Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara yang belum berpengalaman. Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi stempat, sehingga terjamin keamanan optimal.

            Sepuluh norma tersebut bisa bermanfaat untuk menciptakan suatu kerangka moral bagi kegiatan- kegiatan KMN

Masalah “Dumping” dalam Bisnis Internasional

Salah satu topik yang jelas termasuk etika bisnis internasional adalah dumping produk. Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk dalam kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga dibawah harga pasar dan kadang-kadang malah di bawah biaya produksi. Yang akan merasa keberatan terhadap praktek dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para produsen dari produk yang sama di negara di mana dumping dilakukan. Dumping produk bisa diadakan dengan banyak motif yang berbeda. Salah satu motif adalah bahwa si penjual mempunyai persediaan terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk menjual produk bersangkutan di bawah harga saja. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli dengan membanting harga.

Praktek dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas. Sebagaimana doping dalam perlombaan olah raga harus dianggap kurang etis karena merusak kompetisi yang fair, demikian juga praktek seperti dumping menghancurkan kemungkinan bagi orang bisnis untuk bersaing pada taraf yang sama. Kalau dilakukan dengan maksud merebut monopoli, dumping menjadi kurang etis juga karena merugikan konsumen. Akan tetapi, tidak etis pula bila suatu negara menuduh negara lain mempraktekkan dumping, padahal maksudnya hanya melindungi pasar dalam negerinya.  Jika negara lain bisa memproduksi sesuatu dengan harga lebih murah, karena cara produksinya lebih efisien atau karena bisa menekan biaya produksi, kenyataan ini harus diterima oleh negara lain. Misalnya jika negara berkembang sanggup memproduksi pakain jadi dengan lebih murah karena biaya produksinya kurang dikarenakan upah karyawan yang relatif kecil, hal itu tidak boleh dinilai sebagai dumping. Tidak etis bila menuduh dumping semata-mata menjadi kedok untuk menyingkirkan saingan dari pasar.
Melanjutkan perbandingan tadi, sebagaimana kita memiliki metode-metode yang objektif dan pasti untuk membuktikan adanya bpraktek doping dalam bidang olah raga, demikian juga kita membutuhkan prosedur yang jelas untuk memastikan adanya dumping. Kita membutuhkan suatu instansi supranasional yang sanggup bertindak dan sekaligus diakui sebagai wasit yang objektif. Tetapi dalam situasi dunia sekarang instansi seperti itu belum dimungkinkan. Dalam rangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapi hanya sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-negara anggotanya.
Masalah Korupsi Pada Taraf Internasional   
Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama diarahkan kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat menimbulkan kesulitan moral besar bagi bisnis internasional, karena di negara satu bisa saja dipraktekkan apa yang tidak mungkin diterima di negara lain. Berdasarkan pemikiran De George, terdapat empat alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral.
·         Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar etika pasar. Kalau kita terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip ekonomi pasar, dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang pada aturan-aturan mainnya. Pasar ekonomi merupakan kancah kompetisi yang terbuka. Hal itu mengakibatkan antara lain bahwa harga produk merupakan buah hasil dari pertarungan daya-daya pasar. Dengan praktek suap, daya-daya pasar dilumpuhkan dan para pesaing mempunyai produk sama baik dengan harga lebih menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses penjualan. Karena itu baik yang memberi suap maupun yang menerimanya berlaku kurang fair terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didistorsi oleh praktek suap adalah pasar yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar tidak berfungsi seperti semestinya.
·         Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak, mendapatkan imbalan juga. Dalam sistem ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat imbalan.
·         Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus suap di mana uang suap diberikan dalam keadaan kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas seorang penerbit mendapatkan persediaan kertas baru dengan memberi uang suap. Pembagian barang langka dengan menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh orang yang tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak menjadi tidak kebagian. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
·         Alasan terakhir adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang suap maupun orang atau instansi yang menerimanya tidak bisa membukukan uang suap itu seperti mestinya. Secara tidak langsung, orang yang terlibat dalam kasus suap akan terlibat dalam perbuatan kurang etis lainnya karena terpaksa terus-menerus harus menyembunyikan keterlibatannya.

Minggu, 17 April 2016

Ethics Implication of Technology

Kemajuan teknologi di era saat ini telah berkembang pesat. Kemudahan –kemudahaan yang ditawarkan oleh teknologi sangat membantu manusia dalam menjalani aktivitasnya. Berkomunikasi, bertransaksi, promosi dan hal-hal sebagainya kini sudah mudah di lakukan dengan adanya teknologi.
            Kemajuan dan perkembangan teknologi juga mengubah pola hidup dan pola pikir masyarakat dalam pemecahan masalah dan juga pengambilan keputusan. Perubahan pola pikir tersebut mengakibatkan perubahan pada perilaku atau tindakan. Dahulu dimana orang-orang lebih sering bertatap muka untuk berkomunikasi tergantikan dengan berbagai aplikasi chating dan social media yang ada.
            Hal ini juga mengubah pola aktivitas dalam dunia bisnis, semua aktivitas bisnis dapat di efektifkan dengan adanya teknologi. Promotion dapat lebih efektif dengan adanya sosial media dan media periklanan, transaksi pun juga lebih mudah dengan perkembangan teknologi di dunia perbankan, jual beli pun dapat dilakukan secara online.
            Namun kemudahan-kemudahan tersebut menimbulkan terabaikannya batasan-batasan yang seharusnya ada dalam menggunakan teknologi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang semakin mengacuhkan adanya hak privasi, pembajakan, dan sebagainya. Etika mengenai teknologi penting untuk membatasi hal-hal tersebut
ETIKA TEKNOLOGI DAN INFORMASI
Telah di singgung pada bab-bab sebelumnya bahwa etika yang dalam bahasa Yunani Ethos memiliki arti sebuah prinsip benar dan salah, baik dan buruk sesorang dalam bertindak.
Etika teknologi adalah analisis mengenai sifat dan dampak sosial teknologi computer, serta informasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi tersebut secara etis.
Etika teknologi sangat erat kitannya dengan computer dan informasi. James H. Moor mendefinisikan computer ethics sebagai analisis  sifat  dan dampak social teknologi komputer serta perumusan dan justifikasi dan kebijakan-kebijakan yang terkait untuk penggunaan teknologi tersebut secara etis.
·         Alasan Mengenai Pentingnya Etika Teknologi
Teknologi sudah menjadi nadi dari perusahaan dan aktivitas bisnisnya. Maka dari itu, pemggunaan teknologi harus sesuai dengan kaidahnya di perusahaan. Di dalam perusahaan, orang yang berperan menerapkan program etika dalam teknologi adalah CIO (Chief Information Officer). Aktivitas utamanya, CIO harus : 1)  menyadari dampak program computer terhadap masyarakat 2) merumuskan kebijakan yang menjaga agar teknologi tersebut digunakan di seluruh perusahaan secara etis. Sebab semua tanggung jawab tidak bisa dipegang hanya oleh CIO. Semua bagian organisasi harus memberikan kontribusi dan keterlibatan atas penggunaan computer serta bertanggung jawab atas tindakan dan penggunaanya.
Menurut James H. Moor ada tiga alasan utama penggunan teknologi dan mengapa masyarakat berminat dengan hal tersebut :
1.      Kelenturan logika (logical malleability)
Memiliki kemampuan untuk membuat suatu aplikasi untuk melakukan apapun yang diinginkan oleh programmer untuk penggunaannya. Maka dari itu masalah bukan terletak pada komputernya, namun pengguna atau pemrogramnya.
2.      Faktor Transformasi (transformation factors)
Alasan etika komputer penting karena penggunaan komputer telah mengubah secara drastis cara-cara kita dalam melakukan sesuatu. Dahulu yang hanya dengan surat, kini tergantikan dengan adanya E-mail. Dahulu manajer yang harus bertemu untuk mendiskusikan sesuatu, kini sudah bisa di mudahkan dengan teleconference.
3.      Faktor tak kasat mata (invisibility factors)
Salah satu alasan masyarakat memiliki minat dengan teknologi computer karena kemampuannya untuk menyembunyikan semua operasi internal komputer, sehingga memberikan kesempatan terjadinya  nilai-nilai pemrograman yang tidak tampak, perhitungan rumit yang tidak tampak, bahkan penyalahgunaan yang tidak tampak.
a.       Pemrograman yang tidak tampak adalah pertintah rutin yang dikodekan programmer ke dalam program yang menghasilkan proses yang diinginkan si pengguna.
b.      Perhitungan rumit yang tidak tampak berbentuk program yang sangat rumit sehingga tidak dapat dipahami oleh pengguna. Manajer dapat menggunakan program ini tanpa harus tau bagaimana komputer melakukannya.
c.       Penyalahgunaan yang tidak tampak merupakan tindakan sengaja yang melintasi batasan hukum maupun etis. Semua tindakan kejahatan masuk pada kataggori ini seperti memata-matai, pelanggaran hak individu, dll.

HAK SOSIAL DAN KOMPUTER DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATURNYA
Penggunaan teknologi secara etis bukan hanya satu-satunya yang diharapkan. Setiap orang juga menuntut beberapa hak yang berhubungan dengan komputer dan teknologi. Richard O. Masson mengklasifikasikan hak-hak manusia dalam wilayah komputer dalam PAPA : Privacy, Accuracy, Property, Accessibility.
a.       Hak privasi (Privacy)
Semua orang memiliki perlindungan atas privasinya atau dengan kata lain, sebuah informasi yang sifatnya pribadi baik secara individu maupun dalam suatu organisasi mendapatkan perlindungan atas hukum tentang kerahasiannya. Di negera-negara maju telah mengatur perlindungan privasi dan mengganggapnya sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Misal di Inggris terdapat Data Protection Act 1998 yang mengaturnya. Sedangkan di Indonesia sendiri juga telah di atur dalam UU No 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik tepatnya pada pasal 26. Dijelaskan juga dalam pasal 29 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
b.      Hak akurasi (Accuracy)
Komputer memungkinkan tingkat keakuratan yang lebih tinggi daripada non-komputer.Namun hal tersebut tidak selalu di dapatkan karena beberapa system komputer berisi lebih banyak kesalahan daripada yang diberikan sistem manual.
c.       Hak Kepemilikan
Hak yang dimaksud di sini adalah Hak Kepemilikan Intelektual. Vendor piranti lunak dapat menghindari pencurian hak kepemilikan intelektual melalui undang-undang hak cipta, hak paten, dan persetujuan lisensi. Di Indonesia juga telah di atur dalam perundang-undangan.
d.      Hak mendapatkan akses
Setiap informasi memiliki nilai, dimana setiap kita ingin mengaksesnya harus izin kepada pemilik infromasi. Memang tidak sedikit yang dapat di akses secara bebas, namun terdapat bebarapa yang telah mengkonversikan ke basis data komersial.
Berikut perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai Impelentasi teknologi dan komunikasi:
1.      UU RI No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
2.      UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
3.      UU RI No 14  Tahun 2001 tentang Hak Paten
4.      UU RI No. 15 Tahun 2001 tentang Hak Merek
5.      UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
6.      UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

KODE ETIK DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

Association for Computing Machinery (ACM) didirikan pada tahun 1947, adalah sebuah organisasi computer professional tertua di dunia. ACM telah menyusun Kode Etik dan Perilaku Profesional (Code of Ethics and Professional Practice) yang diharapkan diikuti oleh anggota-anggotanya. Selain itu, Kode Etik dan Praktik Profesional Rekayasa Piranti lunak (Software Engineering Code Of Professional Practice) dibuat dengan tujuan agar bertindak sebagai panduan untuk mengajarkan dan mempraktikkan rekayasa piranti lunak , yaitu penggunaan prinsio-prinsip perancangan dalam pengembangan piranti lunak
Garis Besar Kode Etik dan Perilaku Profesional ACM
1. Keharusan Moral Umum
1.1       Berkontribusi kepada masyarakat dan kesejateraan manusia
1.2       Tidak mencelakai orang lain
1.3       Bersikap jujur dan dapat dipercaya
1.4       Berlaku adil dan betindak tanpa diskriminasi
1.5       Menghargai hak milik termasuk hak cipta dan hak paten
1.6       Memberi penghargaan yang sesuai untuk kepemilikan intelektual
1.7       Menghargai privasi orang lain
1.8       Menghormati kerahasiaan
2. Tanggung Jawab Profesional yang Lebih Spesifik
2.1       Berusaha untuk mencapai kualitas, efektifitas, dan kehormatan yang tertinggi baik dalam proses dan hasil dari kerja professional
2.2       Mendapatkan dan menjaga kompetensi professional
2.3       Mengetahui dan menghormati hukum-hukum yang ada, yang berkaitan dengan kerja professional
2.4       Memnerima dan memberikan ulasan professional yang pantas
2.5       Memberikan evaluasi yang menyeluruh dan lengkap akan sistem komputer dan dampaknya, termasuk analisis resiko yang mungkin terjadi
2.6       Menghargai kontrak, perjanjian, dan tanggung jawab yang diberikan
2.7       Meningkatkan pemahaman umum akan penggunaan komputer dan konsekuensinya
2.8       Mengakses sumber daya komputer dan komunikasi hanya jika mendapatkan otorisasi untuk melakukan hal terebut
3.Keharusan Kepemimpinan Organisasi
3.1       Menyampaikan tanggung jawab sosial para anggota unit organisasi dan mendorong penerimaan tanggung jawab tersebut secara penuh
3.2       Mengelola para personel dan sumber daya untuk mendesain dan menyusun system infromasi yang meningkatkan kualitas pekerjaan
3.3       Menyadari dan mendukung penggunaan yang layak dan terotorisasi akan sumber daya komunikasi dan computer
3.4       Memastikan bahwa kebutuhan penggguna dan semua orang yang terpengaruh oleh sesuatu sistem diungkapkan dengan jelas selama pemeriksaan dan desain kebutuhan; kemudian sistem tersebut harus divalidasi agar memenuhi kebutuhan
3.5       Menyampaikan dan mendukung kebijakan-kebijakan yang melindungi kehormatan para pengguna dan pihak-pihak lain yang dipengaruhi oleh sistem komputer
3.6       Menciptakan kesempatan untuk para anggota organisasi untuk mempelajari berbagai prinsip dan keterbatasan sistem computer
4.Kepatuhan Terhadap Kode
4.1       Menjaga dan mendukung prinsip-prinsip kode ini
4.2       Menganggap pelanggaran kode ini sebagai inkonsisrensi atas keanggotaan ACM

            Kode Etik dan Praktik Profesional Rekayasa Piranti lunak.  Ada delapan hal penting mengenai kode etik ini
1.                   Masyarakat
2.                   Klien dan atasan
3.                   Produk
4.                   Penilaian
5.                   Manajemen
6.                   Profesi
7.                   Kolega
8.                   Diri sendiri

Lima hal di atas berkaitan dengan tanggung jawab di mana ahli tersebut menjadi bagian (Masyarakat, klien dan atasan, profesi, manajemen, kolega), dua hal (produk dan penilaian) berkaitan dengan kinerja professional, dan satu hal (diri sendiri) mengacu pada peningkatan diri sendiri.

Sedangkan menurut Florida University Amerika (FAU) dan seorang netters Verginia Shea. etika penggunaan internet adalah sebagai berikut :
1.      Internet tidak digunakan sebagai sarana kejahatan bagi orang lain, artinya pemanfaatan internet semestinya tidak untuk merugikan orang lain baik secara materiil maupun moril.
2.      Internet tidak digunakan sebagai sarana mengganggu kinerja orang lain yang bekerja menggunakan komputer. Contoh riil adalah penyebaran virus melalui internet.
3.      Internet tidak digunakan sebagai sarana menyerobot atau mencuri file orang lain.
4.      Internet tidak digunakan untuk mencuri, contoh pengacakan kartu kredit dan pembobolan kartu kredit.
5.      Internet tidak digunakan sebagai sarana kesaksian palsu.
6.      Internet tidak digunakan untuk mengcopy software tanpa adanya pembayaran.
7.      Internet tidak digunakan sebagai sarana mengambil sumber-sumber penting tanpa adanya ijin atau mengikuti aturan yang berlaku.
8.      Internet tidak digunakan untuk mengakui hak intelektual orang lain.
9.      Bertanggung jawab terhadap isi pesan yang disampaikan.

KERENTANAN DAN SISTEM PENGAMANAN INTERNET
            Jaringan publik yang besar, seperti internet,  lebih rentan daripada jaringan internal karena terbuka bagi siapapun. Internet begitu cepat dan begitu cepat sehingga ketika penyalahgunaan terjadi, dampaknya tersebar secara luas dalam waktu yang singkat. Penggunaan teknologi juga memliki banyak ancaman. Informasi dalam bentuk elektronik memiliki lebih banyak dan resiko mengenai ancaman-ancaman seperti penyalahgunaan, akses tanpa izin, penipuan, pencurian data, dan sebagainya.

         Gambar di atas mengilustrasikan ancaman-ancaman yang paling umum bagi sistem teknologi informasi. Ancaman tersebut berasal dari faktor teknis, organisasional, dan lingkungan yang diperparah oleh keputusan manajemen yang buruk. Dalam lingkungan klien/server bertingkat yang digambarkan di atas, kerentanan terdapat pada setiap lapisan  dan di dalam komunikasi antarlapisan. Pengguna pada lapisan klien dapat menyebabkan  kerusakan dengan cara melakukan kesalahan, mengakses sistem tanpa izin, atau secara tidak sengaja mengunduh spyware dan virus. Hacker dengan berbagai ‘keahlian’nya dapat mengakses data yang mengalir dalam jaringan, mencuri data yang penting selama pengiriman, atau mengubah pesan tanpa izin. Internet dan jaringan lainnya juga sangat rentan, penyusup dapat mlancarkan serangan penolakan layanan (Denial-of-service—DOS) atau piranti lunak berbahaya yang tujuannya mengganggu operasi situs Web. Program-program yang dapat menembus sistem perusahaan dapat menghancurkan atau mengubah data perusahaan yang tersimpan di dalam basis data/file.
         Kegagalan sistem terjadi apabila hardware komputer rusak, tidak dikonfigurasi dengan tepat, atau di rusak oleh pengguna yang salah. Kesalahan juga terjadi pada proses pemrograman, instalasi yang tidak benar, atau perubahan yang tidak sah menyebabkan software tidak berfungsi dengan benar. Listrik padam, kebakaran, dan bencana lainnya juga dapat mengganggu sistem komputer.
Isu-isu mengenai etika teknologi dan informasi dalam kehidupan sehari hari :
1.      Computer crime, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan komputer sebagai basis teknologinya.
2.      E-commerce, yaitu otorisasi bisnis dengan internet dan layananya, mengubah bisnis proses yang telah ada dari transaksi konvensianal ke basis teknologi. Implikasi negatif yang dihasilkan adalah  bermacam kejahatan, penipuan, kerugian, dll
3.      Cyber Ethics, yaitu implikasi dari interner, memungkinkan pengguna IT semakin meluas, tidak terpetakan, tak teridentifikasi.
4.      Sniffer, adalah program pencuri informasi yang memantau informasi dalam sebuah jaringan. Sniffer dapat membantu ktika digunakan secara legal, namun jika digunakan oleh orang yang tidak tepat seperti hacker, dia dapat mencuri informasi berharga dari manapun termasuk e-mail,file, laporan rahasia perusahaan
5.      Click fraud, terjadi ketika seseorang atau program komputer dengan curang mengklik iklan online tanpa maksud mempelajari lebih lanjut tentang pemasang iklannya atau melakukan pembelian.
6.      Pelanggaran HAKI, yaitu masalah pengakuan hak atas kekayaan intelektual. Pemabajakn, cracking,ilegal software, dsb
7.      Phishing, adalah kegiatan membuat situs palsu atau mengirim pesan e-mail mirip dengan pesan dari perusahaan yang sah untuk meminta pengguna meminta mengisi data pribadi mereka yang rahasia.
8.      Pharming, adalah kegiatan mengalihkan pengguna ke halaman web yang palsu.
Pengamanan Sistem Komputer
Dari kerentanan-kerentanan yang telah dibahas pada sub-sub bab sebelumnya, pengamanan sistem komputer, informasi dan jaringan sangat dibutuhkan untuk melindungi berbagai data dan sistem itu sendiri. Sejumlah teknologi tersedia untuk mengamankan sistem dan data.
1.      Kontrol akses (access control), terdiri atas semua kebijakan dan prosedur yang digunakan perusahaan untuk mencegah akses tanpa izin ke sistem yang dilakukan oleh pihak internal dan eksternal. Untuk memdapatkan akses, seorang pengguna harus diotorisasi dan diauntentifikasi terlebih dahulu.
2.      Firewall, merupakan kombinasi piranti keras dan piranti lunak yang mengendalikan arus lalu lintas jaringan yang masuk dan keluar. Penggunaan firewall adalah untuk mencegah pengguna tidak sah mengakses jaringan pribadi.
3.      Software pengaman. Software ini meliputi antivirus, network detection system, dan kini diperbanyak dengan software-software proteksi seperti :
a.  K9 Web Protection, yang mencegah anak-anak sengaja atau tidak sengaja membuka dan/atau melihat gambar yang tak layak (pornografi, sadisme,dsb)
b.  Kid Rocket dan DNS Nawala, yang memiliki fungsi hampir sama yaitu untuk menyaring situs yang taka layak dikunjungi anak
c.  Folder protect, yakni software yang disediakan utnuk melindungi dari akses tanpa izin. Keunggulannya adalah melindungi dengan memblock akses ke file atau folder, menyembunyikan data dari orang lain, tidak mengizinkan siapapun memodifikasi folder atau berkas, melindungi data dari krtidaksengajaan hapus, kontrol akses yang kuat. Beberapa software yang sejenis adalah folder security dan folder lock.
d. Transport layer security, merupakan salah satu protokol yang dikembangkan oleh netscape unutk security transaksi di internet, meliputi :
-            Pelanggan perlu yakin bahwa server yang dituju adalah milik vendor sebenarnya, bukan penipu
-            Pelanggan perlu yakin bahwa isi pesan yang dikirimkan tidak dimodifikasi selama transaksi.