Minggu, 17 April 2016

Etika dan Pemasaran

Pendahuluan
The American Marketing Association mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai jantung dari kegiatan bisnis : fungsi organisasional dan seperangkat proses untuk menghasilkan, mengkomunikasikan, dan mengantarkan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan bagi organisasi dan para pemegang kepentingannya.
Konsep sebuah pertukaran antara seorang pembeli dan penjual sangatlah sentral terhadap pasar dan merupakan ide inti di balik pemasaran. Pemasaran melibatkan semua aspek dari menghasilkan sebuah produk atau jasa dan membawanya ke pasar di mana pertukaran dilakukan. Dengan demikian etika pemasaran memeriksa tanggung jawab yang berkaitan dengan membawa sebuah produk ke pasar, mempromosikan produk kepada pembeli, dan mempertukarkannya dengan pembeli.
Prinsip Etika dalam Bauran Pemasaran
1.   Etika pemasaran dalam kontek produk :
a.      Produk yang berguna dan dibutuhkan
Sebelum produk dipasarkan, harus melakukan strategi pemasaran seperti produk apa yang sedang dibutuhkan padasaat ini dan tentunya berguna bagi konsumen.
b.      Produk yang berpotensi ekonomi atau benefit
Perusahaan memproduksi barang atau jasa akan mendapat keuntungan (benefit) jika produk tersebut layak untuk dipasarkan.
c.       Produk yang bernilai tambah yang tinggi
Produk yang ingin dipasarkan harus layak karena jika produk tersebut menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, selain itu produk harus mempunyai nilai tambah yang tinggi baik bagi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan
d.       Dalam jumlah  yang berskala ekonomi dan social
Pemasaran produk yang baik adalah memproduksi sesuai standar, dan didistribusikan kepada konsumen dengan melihat tingkat keadaan ekonomi dan sosial wilayah yang akan menjadi target pasar.
e.       Produk yang dapat memuaskan masyarakat
Produk yang ekonomis dan mempunyai kualitas baik adalah produk yang sudah pasti laku di pasaran.Oleh karena itu produk harus dapat membuat para konsumen puas.
2. Etika pemasaran dalam konteks harga :
a.                   Beban cost produksi yang wajar
Sebelum diproduksi perusahaan harus merencanakan anggaran produksi agar biaya yang dikeluarkan tidak lebih besar dari penerimaan.
b.   Sebagai alat kompetisi
Perusahaan yang satu dengan yang lain bersaing secara sehat dalam konteks harga.
c.    Diukur dengan kemampuan daya beli masyarakat
Perusahaan menentukan harga suatu produk dengan melihat kondisi konsumen dalam kemampuan daya belinya.
d.   Margin perusahaan yang layak
Yang dimaksud margin perusahaan yang layak adalah jaminan wajib jual beli barang dalam suatu perusahaan agar risiko yang ditimbulkan tidak besar.
e.    Sebagai alat daya tarik bagi konsumen.
Harga suatu produk apabila ekonomis akan menarik konsumen untuk membeli dan loyal terhadap produk tersebut
3.Etika pemasaran dalam kontek distribusi :
a.    Kecepatan dan ketepatan waktu;
Distribusi suatu produk harus cepat dan tepat waktu agar konsumen percaya kepada perusahaan tersebut, serta barang yang dihasilkan juga efisien.
b.   Keamanan dan keutuhan barang;
Keamanan dan keutuhan suatu barang sangat penting untuk dijadikan alat pertimbangan distribusi produk.
c.    Konsumen mendapat palayanan tepat dan cepat.
Apabila konsumen mendapat pelayanan tepat dan cepat maka konsumen akan puas terhadap produk atau perusahaan tersebut.
4.Etika pemasaran dalam konteks promosi :
a.  Sarana memperkenalkan barang;
Iklan adalah salah satu sarana dalam memperkenalkan suatu produk barang atau jasa.Iklan sangat penting dalam kegiatan promosi.
b.   Informasi kegunaan dan kualifikasi barang.
Dalam kegiatan promosi, perusahaan harus memberi informasi yang akurat mengenai kegunaan dan kualifikasi barang atau jasa kepada konsumen agar konsumen paham betul dengan kegunaan produk tersebut.
c.    Sarana daya tarik barang terhadap konsumen;
d.   Promosi yang menarik akan membuat konsumen tertarik untuk membelinya.
 Oleh karena itu promosi harus benar-benar dilakukan agar konsumen percaya.
e.    Informasi fakta yang ditopang kejujuran.
Informasi mengenai suatu barang atau jasa harus sesuai fakta yang adatidak boleh hiperbola karena itu akan membuat konsumen kecewa apabila barang atau jasa tersebut tidak sesuai dengan fakta.
Isu Etis dalam Pemasaran: Sebuah Kerangka Kerja

                                    Kerangka kerja ini akan menyediakan pemahaman yang mendalam untuk membantu para pengambil keputusan untuk sampai pada sebuah keputusan yang etis tetapi tidak akan mengarah kepada keputusan yang benar karena ini bukanlah kerangka kerja yang normatif dengan kata lain, hal ini tidak menentukan jawaban yang benar tetapi mengidentifikasi hak-hak, tanggung jawab, tugas dan kewajiban, sebab dan akibat. Setelah parameter ini ditetapkan, para pengambil keputusan menggunakan kerangka kerja untuk menganalisis skenario secara efektif dan sampai pada keputusan yang paling baik merefleksikan orang-orang dan struktur nilai profesionalnya.
Tanggung Jawab terhadap Produk: Keamanan dan Tanggung Jawab
                        Kategori umum dari tanggung jawab bisnis untuk produk dan jasa yang dijualnya meliputi topik-topik yang sangat beragam. Hanya sedikit isu yang menerima cukup banyak pengawasan dari ilmu hukum, politik, dan etika jika dibandingkan dengan tanggung jawab bisnis karena bahaya yang disebabkan oleh produknya. Bisnis memiliki tanggung jawab etis untuk merancang, memproduksi, dan mempromosikan produknya dalam cara yang menghindarkan timbulnya bahaya bagi konsumen.
                                    Baik hukum dan etika bergantung pada kerangka kerja yang serupa ketika mengevaluasi kasus di mana produk atau jasa dari bisnis menyebabkan kerusakan di pasar. Fokus dari kebanyakan diskusi mengenai tanggung jawab bisnis atas keamanan produk adalah pada penentuan tanggung jawab(yang bersalah) atas kerusakan yang disebabkan oleh produk yang tidak aman.
Standar Kontraktual untuk Kemanan Produk
                                    Etika yang tersirat dalam pendekatan kontrak berasumsi bahwa para konsumen cukup memahami produk dengan baik sehingga mereka secara layak diharapkan dapat melindungi diri mereka sendiri. Tetapi para konsumen tidak selalu benar-benar memahami produknya dan mereka tidak selalu bebas memilih untuk tidak membeli beberapa barang. Akibatnya, standar jaminan tersirat mengalihkan beban pembuktian dari konsumen kepada produsen dengan memungkinkan pelanggan untuk berasumsi bahwa produk produsen aman untuk penggunaan yang normal. Dengan membawa barang dan jasa ke pasar, produsen secara tersirat menjanjikan bahwa produknya aman untuk penggunaan normal. Dasar etis untuk keputusan ini adalah asumsi bahwa konsumen tidak akan memberikan persetujuan untuk membeli jika mereka memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka akan celaka ketika menggunakan produk tersebut dengan normal.
Standar Tort untuk Keamanan Produk
                        Perspektif etis yang digaris bawah oleh hukum tort menyatakan bahwa kita semua memiliki kewajiban umum tertentu kepada orang lain, bahkan ketika kita tidak mengasumsikan secara eksplisit dan sukarela. Secara khusus, saya memiliki kewajiban kepada orang lain untuk tidak menempatkannya pada risiko yang tidak perlu dan dapat dihindari. Dengan demikian, meskipun saya tidak pernah berjanji secara eksplisit kepada siapapun bahwa saya akan menyetir dengan hati-hati, saya memiliki tugas etis untuk tidak menyetir secara ceroboh di jalan.
                                    Kelalaian merupakan komponen utama hukum tort. Sebagaimana dirujuk oleh kata tort, kelalaian melibatkan suatu jenis kelalaian yang etis, khususnya kelalaian seorang dari kewajiban untuk berhati-hati agar tidak mencelakai orang lain. Banyak isu etis dan hukum yang mengelilingi tanggung jawab perusahaan manufaktur untuk produk yang dipahami sebagai upaya untuk merinci kelalaian apa yang ada di dalam rancangan, produksi, dan penjualan mereka.
Tanggug Jawab Produk yang Ketat
                                    Standar kelalaian dari hukum tort berfokus pada pemahaman tanggung jawab yang melibatkan tanggung jawab atau kesalahan. Dan karenanya, standar ini mempertanyakan apa yang telah diramalkan atau seharusnya diramalkan oleh orang atau bisnis yang terlibat. Akan tetapi ada juga kasus di mana konsumen dapat mengalami kecelakaan yg disebabkan oleh produk di mana kelalaian tidak terlibat. Pada kasus seperti ini di mana tidak ada pihak yang salah, pertanyaan mengenai pertanggungjawaban tetap ada. Siapa yang seharusnya membayar kerugian pada saat konsumen terluka oleh produk dan tidak ada pihak yang bersalah? Doktrin hukum dari tanggung jawab produk yang ketat menyatakan bahwa perusahaan manufakturlah yang bertanggung jawab dalam kasus-kasus tersebut.
Tanggung Jawab terhadap Produk : Periklanan dan Penjualan
Tujuan dari semua pemasaranadalah penjualan, pertukaran akhir antara penjual dan pembeli. Sebuah unsur utama dari pemasaran adalah promosi penjualan, upaya untuk memengaruhi pembeli untuk menyelesaikan pembelian. Pemasaran target dan riset pemasaran adalah dua unsur penting dari penempatan produk, berusaha untuk menentukan audiens mana yang paling mungkin untuk membeli, dan audiens mana yang paling mungkin untuk dipengaruhi oleh promosi produk.
Ada dua cara untuk mempengaruhi orang lain, yaitu cara yang baik dan cara yang buruk. Diantara cara yang baik untuk memengaruhi orang lain secara etis adalah membujuk/persuasi, bertanya, memberitahu, dan menasihati. Sedangkan cara mempengaruhi orang lain secara tidak etis adalah ancaman, pemaksaan, penipuan, manipulasi, dan berbohong. Sering kali ditemukan praktik penjualan dan periklanan yang menggunakan cara-cara yang menipu atau manipulasi untuk memengaruhi, contohnya adalah pada pasar penjualan otomotif, khususnya pada pasar mobil bekas sering kali ditemukan praktik manipulasi.
Manipulasi adalah sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan, penyembunyian, penghilangan atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai, manipulasi adalah bagian penting dari tindakan penanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu.Memanipulasi sesuatu sama artinya dengan membimbing atau mengarahkan perilakunya. Manipulasi tidak membutuhkan keterlibatan kendali penuh dan bahkan tampak seperti suatu proses mengarahkan atau mengelola secara halus. Salah satu cara dimana kita dapat memanipulasi seseorang adalah melalui penipuan, salah satu bentuknya adalah berbohong secara terang-terangan.
Kita dapat melihat bagaimana hal ini relevan dengan etika pemasaran. Kritik menyalahkan bahwa banyak praktik pemasaran memanipulasi konsumennya. Jelaslah, banyak iklan menipu dan beberapa di antaranya benar-benar berbohong. Semakin banyak seseorang mempelajari psikologi pelanggan, semakin baik orang itu dapat memuaskan keinginan pelanggan tetapi semakin baik juga orang itu akan dapat memanipulasi perilaku pelanggan.
Isu-isu Etis dalam Periklanan
Tradisi deontologis dalam etika memiliki penolakan yang terbesar terhadap manipulasi. Manipulasi merupakan contoh yang jelas dari tidak menghormati seseorang karena melangkahi pengambilan keputusan rasional yang dimilikinya. Karena kejahatannya terletak pada niat untuk menggunakan orang lain sebagai alat, bahkan manipulasi yang tidak berhasil bersalah atas kesalahan etis ini.
Tradisi utilitarianisme akan menawarkan kritik manipulasi yang lebih kondisional, bergantung pada konsekuensinya. Sudah pasti ada kasus manipulasi yang paternalistik, di mana seseorang dimanipulasi untuk kebaikan dirinya. Akan tetapi, bahkan dalam kasus seperti itu, bahaya yang tidak dapat diramalkan dapat terjadi. Disini, manipulasi cenderung mengikis ikatan kepercayaan dan penghormatan diantara sesama.  Hal tersebut dapat mengikis kepercayaan diri seseorang dan menunda pengembangan pilihan yang bertanggung jawab di antara mereka yang dimanipulasi. Pada umumnya, karena sebagian besar manipulasi dilakukan untuk mendorong pencapaian tujuan akhir pihak yang memanipulasi atas biaya yang dikeluarkan pihak yang dimanipulasi, pandangan utilitarianisme cenderung berpikiran bahwa manipulasi mengurangi kebahagiaan secara keseluruhan. Praktik manipulasi yang umum, seperti yang dituduhkan kritik banyak terjadi pada praktik penjualan, dapat merusak praktik sosial (yaitu penjualan) itu sendiri yang ditujukan untuk mempromosikan ketika reputasi penjualan diturunkan. Bentuk manipulasi khusus yang sangat buruk terjadi ketika orang-orang yang rentan menjadi target eksploitasi.
Praktik pemasaran yang berusaha menemukan konsumen mana yang mungkin telah dipengaruhi secara bebas untuk membeli sebuah produk adalah sah secara etis. Praktik pemasaran yang berusaha mengidentifikasi populasi yang dapatdengan mudah dipengaruhi dan dimanipulasi, di lain pihak, tidaklah etis.  Penjualan dan pemasaran yang menampilkan ketakutan, kekhawatiran, atau motivator yang tidak rasional adalah tidak benar secara etis.
Etika Pemasaran dan Otonomi Konsumen
Pembela periklanan berargumen bahwa meskipun terdapat kasus praktik yang menipu, akan tetapi secara keseluruhan periklanan banyak berkontribusi pada ekonomi. Mayoritas iklan menyediakan informasi kepada konsumen, informasi yang menyampaikan fungsi efisiensi ekonomi pasar.para pembela berargumen bahwa seiring dengan waktu, kekuatan pasar akan menyingkirkan iklan dan praktik yang menipu. Mereka menegaskan bahwa tanggapan yang paling efektif untuk menghadapi iklan yang menipu adalah iklan pesaing yang memperlihatkan penipuan itu.
Orang-orang mungkin dapat mendapatkan informasi yang penting dan bermanfaat mengenai produk yang mereka butuhkan. Selain itu calon pelanggan juga akan mendapat informasi yang membantu mereka untuk membuat pilihan yang bertanggung jawab, atau bahkan mereka dapat merasa terhibur. Akan tetapi pemasaran juga dapat membentuk kebudayaan dan individu yang berkembang dan yang bersosialisasi di dalam kebudayaan itu. Pemasar dapat memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung pada perkembangan diri seseorang.
Terdapat sebuah fakta yang memiliki tiga implikasi besar dan tidak disukai. Pertama, dengan menciptakan keinginan periklanan menjunjung tinggi hukum permintaan dan penawaran. Kedua, periklanan dan pemasaran cenderung menciptakan keinginan konsumen yang tidak masuk akal dan sepele. Terakhir, dengan menciptakan keinginan konsumen, periklanan dan praktik pemasaran lain melanggar otonomi konsumen. Dalam hal ini konsumen yang menganggap dirinya bebas karena mereka dapat membeli apapun yang mereka inginkan sebenarnya tidak bebas jika keinginan tersebut diciptakan oleh pemasaran. Intinya dalam hal ini, konsumen dimanipulasi oleh periklanan.
Secara etis, poin yang penting adalah klaim bahwa periklanan melanggar otonomi konsumen. Tesis, awal pada perdebatan ini mengklaim bahwa periklanan mengendalikan perilaku konsumen. Otonomi melibatkan membuat pilihan yang sukarela dan masuk akal, dan klaim bahwa periklanan melanggar otonomi mungkin berarti bahwa periklanan mengendalikan pilihan konsumen. Akan tetapi otonomi konsumen dapat dilanggar dengan cara yang lebih halus. Alih-alih mengendalikan perilaku, mungkin periklanan menciptakan keinginan dan hasrat yang menjadi dasar dimana konsumen bertindak. Fokusnya di sini adalah konsep hasrat yang otonom alih-alih perilaku yang otonom.
Pemasaran kepada Populasi yang Rentan
Ada dua jenis pemasaran yang menargetkan populasi yang rentan. Beberapa praktik pemasaran mungkin menargetkan konsumen yang kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan rentan sebagai pelanggan. Contohnya, pemasaran yang ditujukan kepada anak-anak bertujuan untuk menjual produk kepada pelanggan yang tidak mampu untuk mengambil keputusan dengan pengetahuan dan pertimbangan. Praktik pemasaran lain mungkin menargetkan populasi yang rentan dalam pengertian umum, sebagai contoh perusahaan asuransi memasarkan asuransi perlindungan banjir kepada pemilik rumah yang tinggal di pinggir sungai.
Sebagai pertimbangan awal, pemasaran yang ditargetkan kepada individu-individu yang rentan sebagai konsumen tidak etis. Ini merupakan kasus mengambil keuntungan atas kelemahan seseorang dan manipulasi untuk keuntungan sendiri.
Sebuah bentuk akhir pemasaran kepada masyarakat yang rentan secara potensial melibatkan kita semua sebagai target konsumen. Masing-masing dari kita rentan ketika kita tidak menyadari bahwa kita menjadi subjek dari sebuah kampanye pemasaran. Jenis kampanye ini disebut pemasaran “terselubung” atau “tersembunyi”(stealth/ undercover marketing) dan mengacukepada situasi di mana kita menjadi subjek dari kegiatan komersial terarah tanpa sepengahuan kita. Pemasaran tersembunyi adalah usaha dengan senjaga untuk menutupi unsur pemasaran yang utama dari sebuah interaksi. “Pemasaran Buzz” (buzz marketing), dimana orang-orang dibayar untuk membuat sebuah “buzz (gosip/perbincangan)” di seputar produk dengan cara menggunakan atau mendiskusikannya dengan cara yang dapat menarik perhatian media atau perhatian lainnya, juga menciptakan potensi konflik kepentingan yang tidak kentara.
Ketika praktik-praktik ini hanya melibatkan penggunaan sebuah produk dan respon yang jujur atas penggunaannya, dapat dipastikan bahwa tidak ada penipuan. Namun, ketika praktik-praktik ini apapun sebutannya melibatkan subversi dan penipuan untuk mendorong penggunaan produk, atau penipuan di seputar fakta bahwa praktik itu adalah bagian dari kampanye pemasaran, hal tersebut disangka kurang etis karena pada praktiknya melibatkan penipuan untuk mencapai keuntungan pribadi. Dari perspektif penganut universalisme, ada pelanggaran kepercayaan dalam komunikasi, yang dapat mengarah pada rasa dikhianati sehingga konsumen tidak lagi percaya kepada perusahaan itu sendiri. Selain itu, konsumen tidak lagi diperlakukan sebagai tujuan melainkan hanya sebagai alat bagi tujuan dari perusahaan. Jika pemasaran terselubung menjadi praktik yang bersifat universal, maka hilangnya kepercayaan menjadi sangat signifikan sehingga interaksi komersial akan hancur menurut beban pengungkapan yang semestinya menjadi suatu keharusan. Analisis utilitarianisme juga tidak mendukung etika dari praktik jenis ini. ketika seorang konsumen tidak dapat mempercayai komunikasi perusahaan, konsumen mungkin juga kehilangan kepercayaan kepada perusahaan secara keseluruhan dan akan memilih membeli produk dan jasa di tempat lain. Sebagai hasilnya, baik perusahaan maupun konsumen tidak mendapatkan keuntungan, dan sebuah produk atau jasa yang seharusnya menjadi solusi yang paling efektif atau efisien dapat berhenti diproduksi karena kampanye pemasaran yang tidak benar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar