The American Marketing Association mendefinisikan
pemasaran (marketing) sebagai jantung dari kegiatan bisnis : fungsi
organisasional dan seperangkat proses untuk menghasilkan, mengkomunikasikan,
dan mengantarkan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan
sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan bagi organisasi dan para
pemegang kepentingannya.
Konsep sebuah pertukaran antara seorang pembeli dan
penjual sangatlah sentral terhadap pasar dan merupakan ide inti di balik
pemasaran. Pemasaran melibatkan semua aspek dari menghasilkan sebuah produk
atau jasa dan membawanya ke pasar di mana pertukaran dilakukan. Dengan demikian
etika pemasaran memeriksa tanggung jawab yang berkaitan dengan membawa sebuah
produk ke pasar, mempromosikan produk kepada pembeli, dan mempertukarkannya
dengan pembeli.
Prinsip Etika dalam
Bauran Pemasaran
1.
Etika
pemasaran dalam kontek produk :
a.
Produk
yang berguna dan dibutuhkan
Sebelum produk
dipasarkan, harus melakukan strategi pemasaran seperti produk apa yang sedang
dibutuhkan padasaat ini dan tentunya berguna bagi konsumen.
b.
Produk
yang berpotensi ekonomi atau benefit
Perusahaan memproduksi
barang atau jasa akan mendapat keuntungan (benefit) jika produk tersebut layak
untuk dipasarkan.
c.
Produk
yang bernilai tambah yang tinggi
Produk yang ingin
dipasarkan harus layak karena jika produk tersebut menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan, selain itu produk harus mempunyai nilai tambah yang tinggi baik
bagi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan
d.
Dalam jumlah
yang berskala ekonomi dan social
Pemasaran produk yang
baik adalah memproduksi sesuai standar, dan didistribusikan kepada konsumen
dengan melihat tingkat keadaan ekonomi dan sosial wilayah yang akan menjadi
target pasar.
e.
Produk
yang dapat memuaskan masyarakat
Produk yang ekonomis
dan mempunyai kualitas baik adalah produk yang sudah pasti laku di pasaran.Oleh
karena itu produk harus dapat membuat para konsumen puas.
2. Etika pemasaran
dalam konteks harga :
a.
Beban
cost produksi yang wajar
Sebelum
diproduksi perusahaan harus merencanakan anggaran produksi agar biaya yang
dikeluarkan tidak lebih besar dari penerimaan.
b.
Sebagai
alat kompetisi
Perusahaan
yang satu dengan yang lain bersaing secara sehat dalam konteks harga.
c.
Diukur
dengan kemampuan daya beli masyarakat
Perusahaan
menentukan harga suatu produk dengan melihat kondisi konsumen dalam kemampuan
daya belinya.
d.
Margin
perusahaan yang layak
Yang
dimaksud margin perusahaan yang layak adalah jaminan wajib jual beli barang
dalam suatu perusahaan agar risiko yang ditimbulkan tidak besar.
e.
Sebagai
alat daya tarik bagi konsumen.
Harga
suatu produk apabila ekonomis akan menarik konsumen untuk membeli dan loyal
terhadap produk tersebut
3.Etika pemasaran dalam
kontek distribusi :
a.
Kecepatan
dan ketepatan waktu;
Distribusi suatu produk
harus cepat dan tepat waktu agar konsumen percaya kepada perusahaan tersebut,
serta barang yang dihasilkan juga efisien.
b. Keamanan dan keutuhan
barang;
Keamanan dan keutuhan suatu barang sangat penting untuk dijadikan alat
pertimbangan distribusi produk.
c.
Konsumen
mendapat palayanan tepat dan cepat.
Apabila konsumen
mendapat pelayanan tepat dan cepat maka konsumen akan puas terhadap produk atau
perusahaan tersebut.
4.Etika pemasaran dalam
konteks promosi :
a.
Sarana
memperkenalkan barang;
Iklan adalah salah satu
sarana dalam memperkenalkan suatu produk barang atau jasa.Iklan sangat penting
dalam kegiatan promosi.
b.
Informasi
kegunaan dan kualifikasi barang.
Dalam kegiatan promosi, perusahaan harus
memberi informasi yang akurat mengenai kegunaan dan kualifikasi barang atau
jasa kepada konsumen agar konsumen paham betul dengan kegunaan produk tersebut.
c.
Sarana
daya tarik barang terhadap konsumen;
d.
Promosi
yang menarik akan membuat konsumen tertarik untuk membelinya.
Oleh karena itu promosi harus benar-benar
dilakukan agar konsumen percaya.
e.
Informasi
fakta yang ditopang kejujuran.
Informasi mengenai suatu barang atau
jasa harus sesuai fakta yang adatidak boleh hiperbola karena itu akan membuat
konsumen kecewa apabila barang atau jasa tersebut tidak sesuai dengan fakta.
Isu Etis dalam
Pemasaran: Sebuah Kerangka Kerja
Kerangka kerja ini akan
menyediakan pemahaman yang mendalam untuk membantu para pengambil keputusan
untuk sampai pada sebuah keputusan yang etis tetapi tidak akan mengarah kepada
keputusan yang benar karena ini bukanlah kerangka kerja yang normatif dengan
kata lain, hal ini tidak menentukan jawaban yang benar tetapi mengidentifikasi
hak-hak, tanggung jawab, tugas dan kewajiban, sebab dan akibat. Setelah
parameter ini ditetapkan, para pengambil keputusan menggunakan kerangka kerja
untuk menganalisis skenario secara efektif dan sampai pada keputusan yang
paling baik merefleksikan orang-orang dan struktur nilai profesionalnya.
Tanggung Jawab terhadap
Produk: Keamanan dan Tanggung Jawab
Kategori
umum dari tanggung jawab bisnis untuk produk dan jasa yang dijualnya meliputi
topik-topik yang sangat beragam. Hanya sedikit isu yang menerima cukup banyak
pengawasan dari ilmu hukum, politik, dan etika jika dibandingkan dengan
tanggung jawab bisnis karena bahaya yang disebabkan oleh produknya. Bisnis
memiliki tanggung jawab etis untuk merancang, memproduksi, dan mempromosikan
produknya dalam cara yang menghindarkan timbulnya bahaya bagi konsumen.
Baik hukum dan etika
bergantung pada kerangka kerja yang serupa ketika mengevaluasi kasus di mana
produk atau jasa dari bisnis menyebabkan kerusakan di pasar. Fokus dari
kebanyakan diskusi mengenai tanggung jawab bisnis atas keamanan produk adalah
pada penentuan tanggung jawab(yang bersalah) atas kerusakan yang disebabkan
oleh produk yang tidak aman.
Standar Kontraktual
untuk Kemanan Produk
Etika yang tersirat
dalam pendekatan kontrak berasumsi bahwa para konsumen cukup memahami produk
dengan baik sehingga mereka secara layak diharapkan dapat melindungi diri
mereka sendiri. Tetapi para konsumen tidak selalu benar-benar memahami
produknya dan mereka tidak selalu bebas memilih untuk tidak membeli beberapa
barang. Akibatnya, standar jaminan tersirat mengalihkan beban pembuktian dari
konsumen kepada produsen dengan memungkinkan pelanggan untuk berasumsi bahwa
produk produsen aman untuk penggunaan yang normal. Dengan membawa barang dan
jasa ke pasar, produsen secara tersirat menjanjikan bahwa produknya aman untuk
penggunaan normal. Dasar etis untuk keputusan ini adalah asumsi bahwa konsumen
tidak akan memberikan persetujuan untuk membeli jika mereka memiliki alasan
untuk percaya bahwa mereka akan celaka ketika menggunakan produk tersebut
dengan normal.
Standar Tort untuk
Keamanan Produk
Perspektif
etis yang digaris bawah oleh hukum tort menyatakan bahwa kita semua memiliki
kewajiban umum tertentu kepada orang lain, bahkan ketika kita tidak
mengasumsikan secara eksplisit dan sukarela. Secara khusus, saya memiliki
kewajiban kepada orang lain untuk tidak menempatkannya pada risiko yang tidak
perlu dan dapat dihindari. Dengan demikian, meskipun saya tidak pernah berjanji
secara eksplisit kepada siapapun bahwa saya akan menyetir dengan hati-hati,
saya memiliki tugas etis untuk tidak menyetir secara ceroboh di jalan.
Kelalaian merupakan
komponen utama hukum tort. Sebagaimana dirujuk oleh kata tort, kelalaian
melibatkan suatu jenis kelalaian yang etis, khususnya kelalaian seorang dari
kewajiban untuk berhati-hati agar tidak mencelakai orang lain. Banyak isu etis
dan hukum yang mengelilingi tanggung jawab perusahaan manufaktur untuk produk
yang dipahami sebagai upaya untuk merinci kelalaian apa yang ada di dalam
rancangan, produksi, dan penjualan mereka.
Tanggug Jawab Produk
yang Ketat
Standar kelalaian dari
hukum tort berfokus pada pemahaman tanggung jawab yang melibatkan tanggung
jawab atau kesalahan. Dan karenanya, standar ini mempertanyakan apa yang telah
diramalkan atau seharusnya diramalkan oleh orang atau bisnis yang terlibat.
Akan tetapi ada juga kasus di mana konsumen dapat mengalami kecelakaan yg
disebabkan oleh produk di mana kelalaian tidak terlibat. Pada kasus seperti ini
di mana tidak ada pihak yang salah, pertanyaan mengenai pertanggungjawaban tetap
ada. Siapa yang seharusnya membayar kerugian pada saat konsumen terluka oleh
produk dan tidak ada pihak yang bersalah? Doktrin hukum dari tanggung jawab
produk yang ketat menyatakan bahwa perusahaan manufakturlah yang bertanggung
jawab dalam kasus-kasus tersebut.
Tanggung Jawab terhadap
Produk : Periklanan dan Penjualan
Tujuan dari semua pemasaranadalah
penjualan, pertukaran akhir antara penjual dan pembeli. Sebuah unsur utama dari pemasaran adalah promosi penjualan, upaya untuk
memengaruhi pembeli untuk menyelesaikan pembelian. Pemasaran target dan riset
pemasaran adalah dua unsur penting dari penempatan produk, berusaha untuk
menentukan audiens mana yang paling mungkin untuk membeli, dan audiens mana
yang paling mungkin untuk dipengaruhi oleh promosi produk.
Ada dua cara untuk mempengaruhi orang lain, yaitu
cara yang baik dan cara yang buruk. Diantara cara yang baik untuk memengaruhi
orang lain secara etis adalah membujuk/persuasi, bertanya, memberitahu, dan
menasihati. Sedangkan cara mempengaruhi orang lain secara tidak etis adalah
ancaman, pemaksaan, penipuan, manipulasi, dan berbohong. Sering kali ditemukan
praktik penjualan dan periklanan yang menggunakan cara-cara yang menipu atau
manipulasi untuk memengaruhi, contohnya adalah pada pasar penjualan otomotif,
khususnya pada pasar mobil bekas sering kali ditemukan praktik manipulasi.
Manipulasi adalah sebuah proses rekayasa dengan melakukan
penambahan, penyembunyian, penghilangan atau pengkaburan terhadap bagian atau
keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta ataupun sejarah yang
dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai, manipulasi
adalah bagian penting dari tindakan penanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir,
perilaku dan kepercayaan tertentu.Memanipulasi sesuatu
sama artinya dengan membimbing atau mengarahkan perilakunya. Manipulasi tidak
membutuhkan keterlibatan kendali penuh dan bahkan tampak seperti suatu proses
mengarahkan atau mengelola secara halus. Salah satu cara dimana kita dapat
memanipulasi seseorang adalah melalui penipuan, salah satu bentuknya adalah
berbohong secara terang-terangan.
Kita dapat melihat bagaimana hal ini relevan dengan
etika pemasaran. Kritik menyalahkan bahwa banyak praktik pemasaran memanipulasi
konsumennya. Jelaslah, banyak iklan menipu dan beberapa di antaranya
benar-benar berbohong. Semakin banyak seseorang mempelajari psikologi
pelanggan, semakin baik orang itu dapat memuaskan keinginan pelanggan tetapi
semakin baik juga orang itu akan dapat memanipulasi perilaku pelanggan.
Isu-isu Etis dalam
Periklanan
Tradisi
deontologis dalam etika memiliki penolakan yang
terbesar terhadap manipulasi. Manipulasi merupakan contoh yang jelas dari tidak
menghormati seseorang karena melangkahi pengambilan keputusan rasional yang
dimilikinya. Karena kejahatannya terletak pada niat untuk menggunakan orang
lain sebagai alat, bahkan manipulasi yang tidak berhasil bersalah atas
kesalahan etis ini.
Tradisi
utilitarianisme akan menawarkan kritik manipulasi
yang lebih kondisional, bergantung pada konsekuensinya. Sudah pasti ada kasus
manipulasi yang paternalistik, di mana seseorang dimanipulasi untuk kebaikan
dirinya. Akan tetapi, bahkan dalam kasus seperti itu, bahaya yang tidak dapat
diramalkan dapat terjadi. Disini, manipulasi cenderung mengikis ikatan
kepercayaan dan penghormatan diantara sesama.
Hal tersebut dapat mengikis kepercayaan diri seseorang dan menunda
pengembangan pilihan yang bertanggung jawab di antara mereka yang dimanipulasi.
Pada umumnya, karena sebagian besar manipulasi dilakukan untuk mendorong
pencapaian tujuan akhir pihak yang memanipulasi atas biaya yang dikeluarkan
pihak yang dimanipulasi, pandangan utilitarianisme cenderung berpikiran bahwa
manipulasi mengurangi kebahagiaan secara keseluruhan. Praktik manipulasi yang
umum, seperti yang dituduhkan kritik banyak terjadi pada praktik penjualan,
dapat merusak praktik sosial (yaitu penjualan) itu sendiri yang ditujukan untuk
mempromosikan ketika reputasi penjualan diturunkan. Bentuk manipulasi khusus yang
sangat buruk terjadi ketika orang-orang yang rentan menjadi target eksploitasi.
Praktik pemasaran yang berusaha menemukan konsumen
mana yang mungkin telah dipengaruhi secara bebas untuk membeli sebuah produk
adalah sah secara etis. Praktik pemasaran yang berusaha mengidentifikasi
populasi yang dapatdengan mudah dipengaruhi dan dimanipulasi, di lain pihak,
tidaklah etis. Penjualan dan pemasaran
yang menampilkan ketakutan, kekhawatiran, atau motivator yang tidak rasional
adalah tidak benar secara etis.
Etika Pemasaran dan
Otonomi Konsumen
Pembela periklanan berargumen bahwa meskipun
terdapat kasus praktik yang menipu, akan tetapi secara keseluruhan periklanan
banyak berkontribusi pada ekonomi. Mayoritas iklan menyediakan informasi kepada
konsumen, informasi yang menyampaikan fungsi efisiensi ekonomi pasar.para
pembela berargumen bahwa seiring dengan waktu, kekuatan pasar akan
menyingkirkan iklan dan praktik yang menipu. Mereka menegaskan bahwa tanggapan
yang paling efektif untuk menghadapi iklan yang menipu adalah iklan pesaing
yang memperlihatkan penipuan itu.
Orang-orang mungkin dapat mendapatkan informasi yang
penting dan bermanfaat mengenai produk yang mereka butuhkan. Selain itu calon
pelanggan juga akan mendapat informasi yang membantu mereka untuk membuat
pilihan yang bertanggung jawab, atau bahkan mereka dapat merasa terhibur. Akan
tetapi pemasaran juga dapat membentuk kebudayaan dan individu yang berkembang
dan yang bersosialisasi di dalam kebudayaan itu. Pemasar dapat memiliki
pengaruh langsung dan tidak langsung pada perkembangan diri seseorang.
Terdapat sebuah fakta yang memiliki tiga implikasi
besar dan tidak disukai. Pertama, dengan menciptakan keinginan periklanan
menjunjung tinggi hukum permintaan dan penawaran. Kedua, periklanan dan pemasaran
cenderung menciptakan keinginan konsumen yang tidak masuk akal dan sepele.
Terakhir, dengan menciptakan keinginan konsumen, periklanan dan praktik
pemasaran lain melanggar otonomi konsumen. Dalam hal ini konsumen yang
menganggap dirinya bebas karena mereka dapat membeli apapun yang mereka
inginkan sebenarnya tidak bebas jika keinginan tersebut diciptakan oleh
pemasaran. Intinya dalam hal ini, konsumen dimanipulasi oleh periklanan.
Secara etis, poin yang penting adalah klaim bahwa
periklanan melanggar otonomi konsumen. Tesis, awal pada perdebatan ini
mengklaim bahwa periklanan mengendalikan perilaku konsumen. Otonomi melibatkan
membuat pilihan yang sukarela dan masuk akal, dan klaim bahwa periklanan
melanggar otonomi mungkin berarti bahwa periklanan mengendalikan pilihan
konsumen. Akan tetapi otonomi konsumen dapat dilanggar dengan cara yang lebih
halus. Alih-alih mengendalikan perilaku, mungkin periklanan menciptakan
keinginan dan hasrat yang menjadi dasar dimana konsumen bertindak. Fokusnya di
sini adalah konsep hasrat yang otonom alih-alih perilaku yang otonom.
Pemasaran kepada
Populasi yang Rentan
Ada dua jenis pemasaran yang menargetkan populasi
yang rentan. Beberapa praktik pemasaran mungkin menargetkan konsumen yang
kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan rentan sebagai pelanggan.
Contohnya, pemasaran yang ditujukan kepada anak-anak bertujuan untuk menjual
produk kepada pelanggan yang tidak mampu untuk mengambil keputusan dengan
pengetahuan dan pertimbangan. Praktik pemasaran lain mungkin menargetkan
populasi yang rentan dalam pengertian umum, sebagai contoh perusahaan asuransi
memasarkan asuransi perlindungan banjir kepada pemilik rumah yang tinggal di
pinggir sungai.
Sebagai pertimbangan awal, pemasaran yang
ditargetkan kepada individu-individu yang rentan sebagai konsumen tidak etis.
Ini merupakan kasus mengambil keuntungan atas kelemahan seseorang dan
manipulasi untuk keuntungan sendiri.
Sebuah bentuk akhir pemasaran kepada masyarakat yang
rentan secara potensial melibatkan kita semua sebagai target konsumen.
Masing-masing dari kita rentan ketika kita tidak menyadari bahwa kita menjadi
subjek dari sebuah kampanye pemasaran. Jenis kampanye ini disebut pemasaran “terselubung” atau “tersembunyi”(stealth/ undercover marketing) dan mengacukepada
situasi di mana kita menjadi subjek dari kegiatan komersial terarah tanpa
sepengahuan kita. Pemasaran tersembunyi adalah usaha dengan senjaga untuk
menutupi unsur pemasaran yang utama dari sebuah interaksi. “Pemasaran Buzz”
(buzz marketing), dimana orang-orang dibayar untuk membuat sebuah “buzz
(gosip/perbincangan)” di seputar produk dengan cara menggunakan atau
mendiskusikannya dengan cara yang dapat menarik perhatian media atau perhatian
lainnya, juga menciptakan potensi konflik kepentingan yang tidak kentara.
Ketika praktik-praktik ini hanya melibatkan
penggunaan sebuah produk dan respon yang jujur atas penggunaannya, dapat
dipastikan bahwa tidak ada penipuan. Namun, ketika praktik-praktik ini apapun
sebutannya melibatkan subversi dan penipuan untuk mendorong penggunaan produk,
atau penipuan di seputar fakta bahwa praktik itu adalah bagian dari kampanye
pemasaran, hal tersebut disangka kurang etis karena pada praktiknya melibatkan
penipuan untuk mencapai keuntungan pribadi. Dari perspektif penganut
universalisme, ada pelanggaran kepercayaan dalam komunikasi, yang dapat
mengarah pada rasa dikhianati sehingga konsumen tidak lagi percaya kepada
perusahaan itu sendiri. Selain itu, konsumen tidak lagi diperlakukan sebagai
tujuan melainkan hanya sebagai alat bagi tujuan dari perusahaan. Jika pemasaran
terselubung menjadi praktik yang bersifat universal, maka hilangnya kepercayaan
menjadi sangat signifikan sehingga interaksi komersial akan hancur menurut
beban pengungkapan yang semestinya menjadi suatu keharusan. Analisis utilitarianisme
juga tidak mendukung etika dari praktik jenis ini. ketika seorang konsumen
tidak dapat mempercayai komunikasi perusahaan, konsumen mungkin juga kehilangan
kepercayaan kepada perusahaan secara keseluruhan dan akan memilih membeli
produk dan jasa di tempat lain. Sebagai hasilnya, baik perusahaan maupun
konsumen tidak mendapatkan keuntungan, dan sebuah produk atau jasa yang
seharusnya menjadi solusi yang paling efektif atau efisien dapat berhenti
diproduksi karena kampanye pemasaran yang tidak benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar