Pengambilan
Keputusan yang Etis: Tata Kelola Perusahaan, Akuntansi, dan Keuangan
Kewajiban Profesional dan Konflik Kepentingan
Etika
dalam lingkup tata kelola dan keuangan mengemuka di awal abad ke-21 karena pada
saat itu banyak perusahaan, organisasi, kantor akuntan publik (KAP), serta
perusahaan investasi yang terlibat
kegiatan yang tidak etis yang berujung pada denda atau sanksi pidana. Sebagian
besar perilaku tidak etis itu terkait dengan aspek keuangan seperti
memanipulasi entitas dengan tujuan khusus (special
purpose entities-SPE). Tindakan
tersebut menjadi bukti kegagalan struktur tata kelola perusahaan (corporate governance). Pada akhirnya
semua peristiwa yang terjadi membuat independensi para profesional bisnis
menjadi sangat penting, lebih dari sebelumnya.
Para
profesional bisnis seperti pengacara, auditor, akuntan, dan analisis keuangan
memiliki posisi penting dalam sistem ekonomi. Mereka dapat disebut sebagai penjaga gerbang (gate keeper), yang berperan untuk memastikan bahwa orang-orang
yang masuk ke dalam pasar bermain sesuai aturan dan mematuhi kondisi-kondisi
yang akan menjamin pasar berfungsi sebagaimana mestinya. Semua pelaku pasar,
terutama para investor, dewan direksi, manajemen, dan bankir bergantung kepada
para penjaga gerbang ini. Namun, setiap profesional bisnis memiliki peran yang
berbeda sehingga masing-masing memiliki kewajiban etis yang berbeda pula.
Auditor
wajib memverifikasi laporan keuangan perusahaan sehingga keputusan investor
bebas dari penipuan atau pemalsuan. Analis mengevaluasi prospek keuangan
perusahaan atau kelayakan kreditnya, sehingga bank dan para investor dapat
membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat. Pengacara memastikan bahwa
keputusan dan transaksi yang diambil sesuai dengan ketentuan hokum. Selain itu,
dewan direksi juga memili peran penting, dalam hal ini dewan direksi berperan
sebagai perantara antara para pemegang saham dengan para eksekutif perusahaan, serta harus
memastikan bahwa para eksekutif bekerja berdasarkan kepentingan para pemegang
saham.
Tantangan
yang harus dihadapi adalah terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan (conflict
of interest) terjadi ketika seseorang diamanahi posisi untuk membuat
penilaian atas nama pihak lain, namun kepentingan dan/atau kewajiban pribadinya
bertentangan dengan kepentingan kewajiban pihak lain tersebut. Contoh, XXXXX.
Selain itu, konflik kepentingan juga dapat timbul ketika kewajiban etis
seseorang dalam tugas profesionalnya berbernturan dengan kepentingan pribadi.
Contoh, XXXXX. Namun banyak juga kasus dimana para professional ini dibayar
oleh bisnis yang berada di bawah pengawasan mereka, dan mungkin juga
dipekerjakan oleh bisnis lain. Bahkan yang lebih parah, mereka bekerja setiap
hari dengan dan dibayar oleh tim manajemen yang mungkin memiliki kepentingan
ynag bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang diwakili oleh dewan
direksi. Itulah beberapa konflik kepentingan yang dapat terjadi di antara para
profesi bisnis.
Untuk
merespon atau mengatasi konflik tersebut, dilakukan perubahan struktural.
Kongres memberlakukan undang-undnag untuk memberi mandate kepada direktur
independen dan sejumlah perubahan dengan paket kompensasi eksekutif. Namun
banyak kritik atas peraturan ini.
Sarbanes-Oxley Act tahun 2002
Semua
skandal perusahaan tersebut telah memperburuk kepercayaan para investor
terhadap orang-orang yang bekerja dalam jasa keuangan. Oleh karena itu, Kongres
memberlakukan the Public Accounting Reform and Investor Protection Act tahun
2002, yang umumnya dikenal dengan Sarbanes-Oxley
Act dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap perilaku yang
tidak etis dengan menyediakan pengawasan dalam hal akuntabilitas dan tanggung
jawab secara langsung. Ketentuan-ketentuan dari Sarbanes-Oxley Act yang dampaknya
paling signifikan:
·
Section 201:
Mengenai jasa di luar wewenang auditor.
·
Section 301:
Mengenai komite audit dari perusahaan terbuka, harus ada independensi mayoritas
dari dewan.
·
Section 307:
Mengenai tanggung jawab professional pengacara.
·
Section 404:
Mengenai penilaian manajemen atas pengendalian
internal.
·
Section 406:
Mengenai kode etik bagi pejabat keuangan senior.
·
Section 407:
Mengenai pengungkapan jati diri ahli keuangan dari komite audit.
Survei melaporkan, perusahaan
percaya bahwa section 404 yang
mensyaratkan perusahaan untuk sertifikasi dokumen dengan memberikan laporan
pengendalian internal mampu meningkatkan kepercayaan investor dan pemegang
kepentingan lain atas laporan keuangan perusahaan. Namun kritik atas
Sarbanes-Oxley Act adalah perusahaan harus menanggung biaya keuangan yang luar
biasa besar.
Untuk merespon
hal ini, pada tahun 2005 Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB)
memberlakukan Europian Union’s 8th Directive dengan pendekatan yang
lebih berbasis pada risiko dimana fokus dari penilaian audit internal
diselaraskan secara lebih baik dengan wilayah yang berisiko tinggi. Peraturan
ini mengharuskan adanya jaminan kualitas eksternal melalui persyaratan mengenai
komite audit dan transparansi audit yang lebih besar. Peraturan ini juga
menyediakan ruang untuk bekerja sama dengan badann pengatur di negara lain. Namun, peraturan ini tidak memuat bagian
tentang perlindungan pengadu dan memiliki persyaratan yang kurang rinci
dibandingkan Sarbanes-Oxley Act.
Lingkungan
Pengendalian Internal
Apabila Sarbanes-Oxley
Act dan Europian Union’s 8th Directive merupakan pengendalian dengan
mekanisme eksternal yang berupaya untuk menjamin tata kelola perusahaan yang
etis, terdapat juga mekanisme internal dengan penggunaan kerangka kerja yang
disuarakan oleh Committee of Sponsoring
Organizations—COSO. COSO merupakan kolaborasi sukarela yang dibentuk untuk
memperbaiki pelaporan keuangan melalui Pengendalian Internal—Kerangka Kerja
yang Terintegrasi.
COSO menjelaskan
pengendalian mencakup elemen organisasi yang mendukung pencapaian tujuan
organisasi. Elemen-elemen tersebut adalah:
·
Lingkungan
pengendalian: budaya perusahaan.
·
Penilaian risiko:
risiko yang mungkin menghambat pencapain tujuan perusahaan.
·
Kegiatan
pengendalian: kebijakan dan prosedur yang mendukung lingkungan pengendalian
·
Informasi dan
komunikasi: trasmisi informasi yang jujur dan benar untuk mendukung lingkungan
pengendalian
·
Pemantauan yang
terus-menerus: untuk menyedaikan kemampuan menilai dan menemukan kerentanan
dalam perusahaan
Selain itu COSO juga
menerapkan Manajemen Risiko Perusahaan untuk digunakan sebagai kerangka kerja
manajemen dalam mengevaluasi dan memperbaiki pencegahan, deteksi, dan
pengelolaan resiko perusahaan.
Melampaui
Hukum: Menjadi Anggota Dewan yang Etis
Akuntabilitas
dewan direksi merupakan cara efektif untuk mencegah kegagalan perusahaan,
terlebih dewan direksi memiliki tugas fidusia untuk menjaga kepentingan
perusahaan. Namun dapat ditemui tindakan yang dilakukan para dewan justru
menyebabkan kegagalan bagi perusahaan meskipun sebenarnya tindakan yang diambil
sudah sesuai hukum. Dari sini terdapat ketidakselasaran antara kewajiban hukum
dengan etika.
1. Kewajiban Hukum Anggota Dewan
Hukum menegaskan tiga tugas yang jelas kepada
anggota dewan yaitu tugas untuk:
a. Memberikan perhatian (duty of care): memastikan bahwa eksekutif perusahaan melaksanakan
tanggung jawab manajemen mereka danmematuhi peraturan.
b. Beritikad baik (duty
of good faith): adalah salah satu dari kepatuhan yang menuntut dewan
direksi untuk setia pada misi organisasi.
c. Loyalitas (duty
of loyality): memerlukan adanya kesetiaan, anggota dewan direksi harus
memberikan kesetiaan penuh ketika membuat keputusan. Konflik kepentingan harus
selalu diselesaikan dengan mementingkan kepentingan perusahaan.
2. Di Luar Hukum, Ada Etika
Secara hukum, dewan direksi memiliki
tugas fidusia kepada pemilik perusahaan—pemegang saham. Namun banyak ahli yang
berpendapat bahwa dewan direksi juga merupakan penjaga gerbang dari tanggung
jawab sosial perusahaan.
Bill George menetatpkan 10 aturan daar
yang harus diikti dewan untuk memastikan tata kelola yang sesuai dan etis,
yaitu:
1. Standar, Harus ada prinsip tata kelola yang tersedia secara
public bagi dewan direksi yang diciptakan oleh direktur-direktur independen.
2. Independensi, Dewan harus memastikan mereka dengan mensyaratkan
bahwa sebagian besar anggota mereka adalah direktur independen.
3. Seleksi, Anggota dewan harus diseleksi tidak hanya
berdasarkan pengalaman mereka atau peran yang mereka pegang pada perusahaan
lain tetapi juga struktur nilai mereka.
4. Seleksi nomor 2,
komite nasional dan tata kelola dewan harus
diisi oleh direktur independen untuk menjamin kontinuitas dari independensi.
5. Sesi eksekutif, direktur independen harus bertemu secara teratur
dalam sesi eksekutif untuk melestarikan keautentikan dan kredibiltas komunikasi
mereka.
6. Komite, anggota dewan harus memiliki komite audit dan
keuangan terpisah yang berisikan anggota dewan yang memiliki keahlian yang
ektensif dalam arena ini
7. Kepemimpinan, Jika CEO dan ketua dewan merupakan orang yang sama,
maka penting bagi dewan untuk memilih alternatif direktur pemimpin sebagai
suatu check and balance.
8. Tenaga ahli dari
luar pada komite kompensasi, dewan
harus mencari panduan eksternal mengenai kompensasi eksekutif
9. Budaya dewan, dewan tidak hanya harus memiliki kesempatan tetapi
harus didorong untuk mengembangkan budaya yang mencakup hubungan dimana
tantangan disambut dan perbedaan diterima
10. Tanggung jawab, dewan
harus menyadari tanggung jawab mereka untuk memberikan pengawasan dan untuk mengendalikan
manajemen melalui proses pengelolaan yang sesuai.
Dengan demikian,
tugas fidusia dewan direksi untuk
melindungi perusahaan adalah sebuah fakta, dan dengan melarang tindakan yang
tidak etis, berarti dewan direksi telah melakukan tugasnya. Karena, meskipun
hukum memberi panduan pengambilan keputusan perusahan dari perspektif teleology
dan utilitarianisme, jika ekskutif
melanggar prinsip kejujuran, masyarakat akan member sanksi sosial. Jadi,
dewan direksi memiliki kewajiban untuk memastikan para eksekutifnya mematuhi
standar etis yang lebih tinggi dibandingkan sekedar mengikuti aturan hukum.
Konflik
Kepentingan dalam Akuntansi dan Pasar Keuangan
Konflik dalam
hal ini sudah banyak terjadi dan berkembang di kalangan keuangan. Kepercayaan
adalah isu integral bagi semua pihak yang terlibat dalam industry keuangan.
Memperlakukan klien secara jujur dan membangun reputasi dengan melakukan
kesepakatan yang adil adalah asset yang terbesar yang dimiliki seorang
professional dalam bidang keuangan. Akuntan public bertanggung jawab kepada
para pemegang kepentingan-pemegang saham dan komunitas investasi yang
bergantung pada laporan dari akuntan public itu. Karena itu harus selalu
melayani dalam peran sebagai kontraktor independen bagi perusahaan yang mereka
audit. Perusahaan tentu akan senang jika dapat mengarahkan perkataan dari
akuntan luar ini karena orang-orang mempercayai sifat “independen” dari audit
tersebut. Jika akuntan hanya menyetujui keputusan perusahaan, mereka dianggap
tidak “independen”.
Konflik yang
sering terjadi adalah laba yang dilaporkan terlalu rendah, dokumen yang sengaja
di palsukan, membiarkan atau melakukan pengurangan yang patut dipertanyakan,
menghindari pajak penghasilan dan terlibat penipuan.
Kevin Bahr mengidentifikasikan
beberapa penyebab konflik dalam pasar keuangan yang dapat atau tidak dapat
diselesaikan melalui pembuatan peraturan :
1. Hubungan
keuangan antara kantor akuntan public (KAP) dengan klien auditnya
Karena
audit dibayar oleh klien yang diaudit, aka nada konflik inheren karena
pengaturan keuangan tersebut.
2. Konflik
antara jasa-jasa yang ditawarkan oleh kantor akuntan publik
Karena
banyak KAP yang menawarkan jasa konsultasi kepada klien mereka, maka timbul
konflik mengenai independensi dari opini perusahaan dengan insentif untuk
menghasilkan fee konsultasi tambahan.
3. Kurangnya
indenpendensi dan keahlian dari komite audit
4. Peraturan
yang dibuat sendiri dari profesi akuntan
Secara
historis industry akuntansi telah membuat peraturannya sendiri, kalaupun ada
pengawasan masih bersifat lemah.
5. Kurang
aktifnya pemegang saham
Dengan
adanya keragaman kepemilikan dalam pasar berdasarkan investor invidu, usaha
kolektif untuk mengatur dan mengawasi dewan hampir tidak ada.
6. Keserakahan
jangka pendek eksekutif versus kemakmuran jangka panjang pemegang saham
7. Skema
kompensasi eksekutif
8. Skema
kompensasi untuk analis sekuritas
Kompensasi
Eksekutif
Kompensasi
khusus yang dirancang untuk karyawan eksekutif yang mencakup gaji pokok, bonus,
fasilitas jabatan, dan manfaat pribadi lain. Jadi, walaupun bayaran CEO
mengalami peningkat, perusahaan itu sendiri-dan pekerja yang berkontribusi
untuk keberhasilan perusahaan—tidak menuai manfaat yang sama. Kurangnya
keseimbangan pada distribusi nilai ini telah mengarah pada persepsi akan
ketidakadilan terkait kompensasi eksekutif. Paket kompensasi eksekutif yang
meningkat tajam menimbulkan banyak pertanyaan etis. Keserakahan dan kekikiran
adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan karakter moral dari orang-orang
tersebut dilihat dari perspektif etika keutamaan. Pertanyaan mendasar dari
keadilan distributive dan kesetaraan muncul ketika gaji-gaji ini dibandingkan
dengan bayaran rata-rata pekerja atau miliaran umat manusia yang hidup dalam
kemiskinan dan kesengsaran pada tingkat global. Dalam perspektif teori etis,
paket ini memiliki fungsi utilitarisme ketika diberlakukan sebagai insentif
kepada eksekutif guna menghasilkan hasil keseluruhan yang lebih baik, dan paket
ini merupakan masalah prinsip etis ketika mereka mengkompensasi individu
didasarkan atas apa yang mereka hasilkan dan layak dapatkan.
Pada praktiknya,
keraguan yang cukup beralasan muncul disekitar kedua alasan rasional ini.
Pertama, seperti yang disarankan oleh esai Moriarty dan cerita Forbes yang telah disebutkan sebelumnya,
hanya terdapat sedikit korelasi antara bayaran dan kinerja dibandingkan yang
dapat kita harapkan. Setidaknya dalam hal kinerja saham, eksekutif sepertinya
menuai penghargaan yang besar terlepas dari kesuksesan bisnis. Mungkin hal ini
dapat diperdebatkan bahwa masa perusahaan mengalami kesulitan keuangan, seorang
eksekutif menghadapi tantangan yang lebih besar, dan oleh sebab itu mungkin
layak untuk menerima gaji yang lebih besar dibandingkan pada masa yang lebih
baik.
Insider
Trading
Insider trading adalah perdagangan oleh pemegang saham yang
memiliki informasi rahasia dari pihak di dalam suatu perusahaan yang akan
berdampak material/signifikan pada nilai saham dan hal ini memberikan mereka
manfaat dari membeli atau menjual saham. Insider yang illegal terjadi ketika
perusahaan memberikan “Tips” kepada anggota keluarga, teman-teman, atau pihak
lainnya dan pihak tersebut membeli atau menjual saham perusahaan berdasarkan
informasi tersebut. “Informasi rahasia” mencakup informasi khusus yang belum
tersampaikan kepada publik. Informasi tersebut dianggap material/signifikan
jika informasi itu kemungkinan memiliki dampak financial pada kinerja jangka
pendek atau jangka panjang suatu perusahaan atau jika informasi tersebut akan
menjadi penting bagi seorang investor yang bijaksana dalam membuat keputusan
investasi.
Jika seorang eksekutif menjual saham yang ia tahu akan
sangat berkurang nilainya karena berita buruk diperusahaan yang tidak diketahui
oleh seorang pun melainkan beberapa orang dalam perusahaan, ia mengambil
keuntungan dari orang yang membeli saham darinya tanpa mengungkapkan informasi
tersebut secara penuh. Insider trading bisa di dasarkan pada klaim penyalahgunaan
yang tidak etis atas pengetahuan yang dimiliki (pengetahuan yang hanya dimiliki
oleh orang dalam perusahaan). Oleh karena itu menciptakan hukum bagi insider
trading menjadi sebuah tanggung jawab untuk melindungi informasi yang rahasia.
Tanggung jawab itu juga muncul berdasarkan tugas fidusia dari orang dalam,
eksekutif. Penyalahgunaan informasi tersebut melemahkan kepercayaan yang
dibutuhkan suatu perusahaan agar dapat berfungsi dengan baik dan menimbulkan
ketidakadilan terhadap pihak yang membeli saham. Insider trading dianggap
benar-benar tidak adil dan tidak etis karena menghalangi penetapan harga yang
wajar berdasarkan akses yang sama atas informasi publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar