Minggu, 17 April 2016

Etika Dalam Keuangan dan Akuntansi

Pengambilan Keputusan yang Etis: Tata Kelola Perusahaan, Akuntansi, dan Keuangan
Kewajiban Profesional dan Konflik Kepentingan
Etika dalam lingkup tata kelola dan keuangan mengemuka di awal abad ke-21 karena pada saat itu banyak perusahaan, organisasi, kantor akuntan publik (KAP), serta perusahaan investasi   yang terlibat kegiatan yang tidak etis yang berujung pada denda atau sanksi pidana. Sebagian besar perilaku tidak etis itu terkait dengan aspek keuangan seperti memanipulasi entitas dengan tujuan khusus (special purpose entities-SPE). Tindakan tersebut menjadi bukti kegagalan struktur tata kelola perusahaan (corporate governance). Pada akhirnya semua peristiwa yang terjadi membuat independensi para profesional bisnis menjadi sangat penting, lebih dari sebelumnya.
Para profesional bisnis seperti pengacara, auditor, akuntan, dan analisis keuangan memiliki posisi penting dalam sistem ekonomi. Mereka dapat disebut sebagai penjaga gerbang (gate keeper), yang berperan untuk memastikan bahwa orang-orang yang masuk ke dalam pasar bermain sesuai aturan dan mematuhi kondisi-kondisi yang akan menjamin pasar berfungsi sebagaimana mestinya. Semua pelaku pasar, terutama para investor, dewan direksi, manajemen, dan bankir bergantung kepada para penjaga gerbang ini. Namun, setiap profesional bisnis memiliki peran yang berbeda sehingga masing-masing memiliki kewajiban etis yang berbeda pula.
Auditor wajib memverifikasi laporan keuangan perusahaan sehingga keputusan investor bebas dari penipuan atau pemalsuan. Analis mengevaluasi prospek keuangan perusahaan atau kelayakan kreditnya, sehingga bank dan para investor dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat. Pengacara memastikan bahwa keputusan dan transaksi yang diambil sesuai dengan ketentuan hokum. Selain itu, dewan direksi juga memili peran penting, dalam hal ini dewan direksi berperan sebagai perantara antara para pemegang saham dengan  para eksekutif perusahaan, serta harus memastikan bahwa para eksekutif bekerja berdasarkan kepentingan para pemegang saham.
Tantangan yang harus dihadapi adalah terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan (conflict of interest) terjadi ketika seseorang diamanahi posisi untuk membuat penilaian atas nama pihak lain, namun kepentingan dan/atau kewajiban pribadinya bertentangan dengan kepentingan kewajiban pihak lain tersebut. Contoh, XXXXX. Selain itu, konflik kepentingan juga dapat timbul ketika kewajiban etis seseorang dalam tugas profesionalnya berbernturan dengan kepentingan pribadi. Contoh, XXXXX. Namun banyak juga kasus dimana para professional ini dibayar oleh bisnis yang berada di bawah pengawasan mereka, dan mungkin juga dipekerjakan oleh bisnis lain. Bahkan yang lebih parah, mereka bekerja setiap hari dengan dan dibayar oleh tim manajemen yang mungkin memiliki kepentingan ynag bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang diwakili oleh dewan direksi. Itulah beberapa konflik kepentingan yang dapat terjadi di antara para profesi bisnis.
Untuk merespon atau mengatasi konflik tersebut, dilakukan perubahan struktural. Kongres memberlakukan undang-undnag untuk memberi mandate kepada direktur independen dan sejumlah perubahan dengan paket kompensasi eksekutif. Namun banyak kritik atas peraturan ini.

Sarbanes-Oxley Act tahun 2002
Semua skandal perusahaan tersebut telah memperburuk kepercayaan para investor terhadap orang-orang yang bekerja dalam jasa keuangan. Oleh karena itu, Kongres memberlakukan the Public Accounting Reform and Investor Protection Act tahun 2002, yang umumnya dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap perilaku yang tidak etis dengan menyediakan pengawasan dalam hal akuntabilitas dan tanggung jawab secara langsung. Ketentuan-ketentuan dari Sarbanes-Oxley Act yang dampaknya paling signifikan:
·         Section 201: Mengenai jasa di luar wewenang auditor.
·         Section 301: Mengenai komite audit dari perusahaan terbuka, harus ada independensi mayoritas dari dewan.
·         Section 307: Mengenai tanggung jawab professional pengacara.
·         Section 404: Mengenai penilaian manajemen atas pengendalian internal.
·         Section 406: Mengenai kode etik bagi pejabat keuangan senior.
·         Section 407: Mengenai pengungkapan jati diri ahli keuangan dari komite audit.
Survei melaporkan, perusahaan percaya bahwa section 404 yang mensyaratkan perusahaan untuk sertifikasi dokumen dengan memberikan laporan pengendalian internal mampu meningkatkan kepercayaan investor dan pemegang kepentingan lain atas laporan keuangan perusahaan. Namun kritik atas Sarbanes-Oxley Act adalah perusahaan harus menanggung biaya keuangan yang luar biasa besar.
Untuk merespon hal ini, pada tahun 2005 Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) memberlakukan Europian Union’s 8th Directive dengan pendekatan yang lebih berbasis pada risiko dimana fokus dari penilaian audit internal diselaraskan secara lebih baik dengan wilayah yang berisiko tinggi. Peraturan ini mengharuskan adanya jaminan kualitas eksternal melalui persyaratan mengenai komite audit dan transparansi audit yang lebih besar. Peraturan ini juga menyediakan ruang untuk bekerja sama dengan badann pengatur di negara lain.  Namun, peraturan ini tidak memuat bagian tentang perlindungan pengadu dan memiliki persyaratan yang kurang rinci dibandingkan Sarbanes-Oxley Act.

Lingkungan Pengendalian Internal
Apabila Sarbanes-Oxley Act dan Europian Union’s 8th Directive merupakan pengendalian dengan mekanisme eksternal yang berupaya untuk menjamin tata kelola perusahaan yang etis, terdapat juga mekanisme internal dengan penggunaan kerangka kerja yang disuarakan oleh Committee of Sponsoring Organizations—COSO. COSO merupakan kolaborasi sukarela yang dibentuk untuk memperbaiki pelaporan keuangan melalui Pengendalian Internal—Kerangka Kerja yang Terintegrasi.
COSO menjelaskan pengendalian mencakup elemen organisasi yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Elemen-elemen tersebut adalah:
·         Lingkungan pengendalian: budaya perusahaan.
·         Penilaian risiko: risiko yang mungkin menghambat pencapain tujuan perusahaan.
·         Kegiatan pengendalian: kebijakan dan prosedur yang mendukung lingkungan pengendalian
·         Informasi dan komunikasi: trasmisi informasi yang jujur dan benar untuk mendukung lingkungan pengendalian
·         Pemantauan yang terus-menerus: untuk menyedaikan kemampuan menilai dan menemukan kerentanan dalam perusahaan
Selain itu COSO juga menerapkan Manajemen Risiko Perusahaan untuk digunakan sebagai kerangka kerja manajemen dalam mengevaluasi dan memperbaiki pencegahan, deteksi, dan pengelolaan resiko perusahaan.

Melampaui Hukum: Menjadi Anggota Dewan yang Etis
Akuntabilitas dewan direksi merupakan cara efektif untuk mencegah kegagalan perusahaan, terlebih dewan direksi memiliki tugas fidusia untuk menjaga kepentingan perusahaan. Namun dapat ditemui tindakan yang dilakukan para dewan justru menyebabkan kegagalan bagi perusahaan meskipun sebenarnya tindakan yang diambil sudah sesuai hukum. Dari sini terdapat ketidakselasaran antara kewajiban hukum dengan etika.
1.      Kewajiban Hukum Anggota Dewan
Hukum menegaskan tiga tugas yang jelas kepada anggota dewan yaitu tugas untuk:
a.       Memberikan perhatian (duty of care): memastikan bahwa eksekutif perusahaan melaksanakan tanggung jawab manajemen mereka danmematuhi peraturan.
b.      Beritikad baik (duty of good faith): adalah salah satu dari kepatuhan yang menuntut dewan direksi untuk setia pada misi organisasi.
c.       Loyalitas (duty of loyality): memerlukan adanya kesetiaan, anggota dewan direksi harus memberikan kesetiaan penuh ketika membuat keputusan. Konflik kepentingan harus selalu diselesaikan dengan mementingkan kepentingan perusahaan.
2.      Di Luar Hukum, Ada Etika
Secara hukum, dewan direksi memiliki tugas fidusia kepada pemilik perusahaan—pemegang saham. Namun banyak ahli yang berpendapat bahwa dewan direksi juga merupakan penjaga gerbang dari tanggung jawab sosial perusahaan.
Bill George menetatpkan 10 aturan daar yang harus diikti dewan untuk memastikan tata kelola yang sesuai dan etis, yaitu:
1.      Standar, Harus ada prinsip tata kelola yang tersedia secara public bagi dewan direksi yang diciptakan oleh direktur-direktur independen.
2.      Independensi, Dewan harus memastikan mereka dengan mensyaratkan bahwa sebagian besar anggota mereka adalah direktur independen.
3.      Seleksi, Anggota dewan harus diseleksi tidak hanya berdasarkan pengalaman mereka atau peran yang mereka pegang pada perusahaan lain tetapi juga struktur nilai mereka.
4.      Seleksi nomor 2,  komite nasional dan tata kelola dewan harus diisi oleh direktur independen untuk menjamin kontinuitas dari independensi.
5.      Sesi eksekutif, direktur independen harus bertemu secara teratur dalam sesi eksekutif untuk melestarikan keautentikan dan kredibiltas komunikasi mereka.
6.      Komite, anggota dewan harus memiliki komite audit dan keuangan terpisah yang berisikan anggota dewan yang memiliki keahlian yang ektensif dalam arena ini
7.      Kepemimpinan, Jika CEO dan ketua dewan merupakan orang yang sama, maka penting bagi dewan untuk memilih alternatif direktur pemimpin sebagai suatu check and balance.
8.      Tenaga ahli dari luar pada komite kompensasi, dewan harus mencari panduan eksternal mengenai kompensasi eksekutif
9.      Budaya dewan, dewan tidak hanya harus memiliki kesempatan tetapi harus didorong untuk mengembangkan budaya yang mencakup hubungan dimana tantangan disambut dan perbedaan diterima
10.  Tanggung  jawab, dewan harus menyadari tanggung jawab mereka untuk memberikan pengawasan dan untuk mengendalikan manajemen melalui proses pengelolaan yang sesuai.

Dengan demikian, tugas fidusia dewan direksi untuk melindungi perusahaan adalah sebuah fakta, dan dengan melarang tindakan yang tidak etis, berarti dewan direksi telah melakukan tugasnya. Karena, meskipun hukum memberi panduan pengambilan keputusan perusahan dari perspektif teleology dan utilitarianisme, jika ekskutif  melanggar prinsip kejujuran, masyarakat akan member sanksi sosial. Jadi, dewan direksi memiliki kewajiban untuk memastikan para eksekutifnya mematuhi standar etis yang lebih tinggi dibandingkan sekedar mengikuti aturan hukum.

Konflik Kepentingan dalam Akuntansi dan Pasar Keuangan
Konflik dalam hal ini sudah banyak terjadi dan berkembang di kalangan keuangan. Kepercayaan adalah isu integral bagi semua pihak yang terlibat dalam industry keuangan. Memperlakukan klien secara jujur dan membangun reputasi dengan melakukan kesepakatan yang adil adalah asset yang terbesar yang dimiliki seorang professional dalam bidang keuangan. Akuntan public bertanggung jawab kepada para pemegang kepentingan-pemegang saham dan komunitas investasi yang bergantung pada laporan dari akuntan public itu. Karena itu harus selalu melayani dalam peran sebagai kontraktor independen bagi perusahaan yang mereka audit. Perusahaan tentu akan senang jika dapat mengarahkan perkataan dari akuntan luar ini karena orang-orang mempercayai sifat “independen” dari audit tersebut. Jika akuntan hanya menyetujui keputusan perusahaan, mereka dianggap tidak “independen”.
Konflik yang sering terjadi adalah laba yang dilaporkan terlalu rendah, dokumen yang sengaja di palsukan, membiarkan atau melakukan pengurangan yang patut dipertanyakan, menghindari pajak penghasilan dan terlibat penipuan.
Kevin Bahr mengidentifikasikan beberapa penyebab konflik dalam pasar keuangan yang dapat atau tidak dapat diselesaikan melalui pembuatan peraturan :
1.      Hubungan keuangan antara kantor akuntan public (KAP) dengan klien auditnya
Karena audit dibayar oleh klien yang diaudit, aka nada konflik inheren karena pengaturan keuangan tersebut.
2.      Konflik antara jasa-jasa yang ditawarkan oleh kantor akuntan publik
Karena banyak KAP yang menawarkan jasa konsultasi kepada klien mereka, maka timbul konflik mengenai independensi dari opini perusahaan dengan insentif untuk menghasilkan fee konsultasi tambahan.
3.      Kurangnya indenpendensi dan keahlian dari komite audit
4.      Peraturan yang dibuat sendiri dari profesi akuntan
Secara historis industry akuntansi telah membuat peraturannya sendiri, kalaupun ada pengawasan masih bersifat lemah.
5.      Kurang aktifnya pemegang saham
Dengan adanya keragaman kepemilikan dalam pasar berdasarkan investor invidu, usaha kolektif untuk mengatur dan mengawasi dewan hampir tidak ada.
6.      Keserakahan jangka pendek eksekutif versus kemakmuran jangka panjang pemegang saham
7.      Skema kompensasi eksekutif
8.      Skema kompensasi untuk analis sekuritas

Kompensasi Eksekutif
Kompensasi khusus yang dirancang untuk karyawan eksekutif yang mencakup gaji pokok, bonus, fasilitas jabatan, dan manfaat pribadi lain. Jadi, walaupun bayaran CEO mengalami peningkat, perusahaan itu sendiri-dan pekerja yang berkontribusi untuk keberhasilan perusahaan—tidak menuai manfaat yang sama. Kurangnya keseimbangan pada distribusi nilai ini telah mengarah pada persepsi akan ketidakadilan terkait kompensasi eksekutif. Paket kompensasi eksekutif yang meningkat tajam menimbulkan banyak pertanyaan etis. Keserakahan dan kekikiran adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan karakter moral dari orang-orang tersebut dilihat dari perspektif etika keutamaan. Pertanyaan mendasar dari keadilan distributive dan kesetaraan muncul ketika gaji-gaji ini dibandingkan dengan bayaran rata-rata pekerja atau miliaran umat manusia yang hidup dalam kemiskinan dan kesengsaran pada tingkat global. Dalam perspektif teori etis, paket ini memiliki fungsi utilitarisme ketika diberlakukan sebagai insentif kepada eksekutif guna menghasilkan hasil keseluruhan yang lebih baik, dan paket ini merupakan masalah prinsip etis ketika mereka mengkompensasi individu didasarkan atas apa yang mereka hasilkan dan layak dapatkan.
Pada praktiknya, keraguan yang cukup beralasan muncul disekitar kedua alasan rasional ini. Pertama, seperti yang disarankan oleh esai Moriarty dan cerita Forbes yang telah disebutkan sebelumnya, hanya terdapat sedikit korelasi antara bayaran dan kinerja dibandingkan yang dapat kita harapkan. Setidaknya dalam hal kinerja saham, eksekutif sepertinya menuai penghargaan yang besar terlepas dari kesuksesan bisnis. Mungkin hal ini dapat diperdebatkan bahwa masa perusahaan mengalami kesulitan keuangan, seorang eksekutif menghadapi tantangan yang lebih besar, dan oleh sebab itu mungkin layak untuk menerima gaji yang lebih besar dibandingkan pada masa yang lebih baik.  
Insider Trading
Insider trading adalah perdagangan oleh pemegang saham yang memiliki informasi rahasia dari pihak di dalam suatu perusahaan yang akan berdampak material/signifikan pada nilai saham dan hal ini memberikan mereka manfaat dari membeli atau menjual saham. Insider yang illegal terjadi ketika perusahaan memberikan “Tips” kepada anggota keluarga, teman-teman, atau pihak lainnya dan pihak tersebut membeli atau menjual saham perusahaan berdasarkan informasi tersebut. “Informasi rahasia” mencakup informasi khusus yang belum tersampaikan kepada publik. Informasi tersebut dianggap material/signifikan jika informasi itu kemungkinan memiliki dampak financial pada kinerja jangka pendek atau jangka panjang suatu perusahaan atau jika informasi tersebut akan menjadi penting bagi seorang investor yang bijaksana dalam membuat keputusan investasi.
Jika seorang eksekutif menjual saham yang ia tahu akan sangat berkurang nilainya karena berita buruk diperusahaan yang tidak diketahui oleh seorang pun melainkan beberapa orang dalam perusahaan, ia mengambil keuntungan dari orang yang membeli saham darinya tanpa mengungkapkan informasi tersebut secara penuh. Insider trading bisa di dasarkan pada klaim penyalahgunaan yang tidak etis atas pengetahuan yang dimiliki (pengetahuan yang hanya dimiliki oleh orang dalam perusahaan). Oleh karena itu menciptakan hukum bagi insider trading menjadi sebuah tanggung jawab untuk melindungi informasi yang rahasia. Tanggung jawab itu juga muncul berdasarkan tugas fidusia dari orang dalam, eksekutif. Penyalahgunaan informasi tersebut melemahkan kepercayaan yang dibutuhkan suatu perusahaan agar dapat berfungsi dengan baik dan menimbulkan ketidakadilan terhadap pihak yang membeli saham. Insider trading dianggap benar-benar tidak adil dan tidak etis karena menghalangi penetapan harga yang wajar berdasarkan akses yang sama atas informasi publik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar