Jumat, 09 Desember 2016

Kaidah-Kaidah Fikih Tentang Keuangan Islam (1/2)

1.      Pada dasarnya semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan
2.      Hukum dasar dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang mengharamkan 
Contoh penerapan kaidah-kaidah ini antara lain dalam masalah produk penghimpunan dana seperti simpanan berupa giro, tabungan, dan deposito. Berdasarkan kaidah tersebut di atas tidak ada dalil yang mengharamkannya, maka simpanan berupa giro dibolehkan dengan berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Hal ini diperbolehkan selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan yang sifatnya untung-untungan seperti judi, atau tidak mengandung riba.
3.      Bahaya harus dihilangkan
Contoh penerapannya adalah seperti seseorang tidak dapat membayar hutangnya secara langsung. Untuk memghilangkan bahaya/beban hutangnya ia boleh memindahkan penagihannya kepada pihak lain, dalam hokum Islam disebut dengan hawalah atau hiwalah, yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak yang wajib membayarnya. Untuk menunjukkan kesungguhan nasabah dalam pembayaran murabahah, agar tidak terjadi mudharat atau bahaya dikemudian hari, pada saat nasabah mengajukan permohonan pembiayaan, bank syariah boleh meminta uang muka transaksi dalam pembiayaan murabahah tersebut.
4.      Dimana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah
Contoh penerapannya adalah dalam system pencatatan dan pelaporan akuntansi keuangan. Dalam system pencatatan akuntansi terdapat dua system, yaitu prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya (cash basis), dan prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan pada beberapa periode (accrual basis). Kedua system tersebut boleh digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam LKS karena mendatangkan maslahat.
5.      Hukum asal dalam transaksi adalah kerelaan kedua belah pihak yang berakad. Akibat adanya kerelaan tersebut, sahnya akad yang dilakukan
6.      Dasar dari akad adalah kerelaan kedua belah pihak
Sebuah transaksi barulah sah apabila didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak dan tidak ada salah satu pihak pun yang berada dalam keadaan terpaksa atau dipaksa atau merasa tertipu. Hal ini diwujudkan dalam perjanjian/akad serta form yang ditandatangai oleh pihak-pihak yang melakukan akad.
7.      Setiap utang-piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang/muqridh) adalah riba
Contoh penerapan kaidah ini misalnya LKS di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal, yaitu antara lain dengan qardh, yaitu suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati bersama, tidak boleh LKS mengambil keuntungan/bunga dalam hal ini, tetapi kepada nasabah boleh dibebankan biaya administrasi.
8.      Mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin
Contoh penerapannya misalnya dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini. Hal ini dilakukan dengan cara asuransi yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dan zhulm (penganiayaan).
9.      Kesulitan itu dapat menarik kemudahan
Penerapannya dalam akad jual beli Istishna. LKS umumnya membuat Istishna bersifat parallel, yaitu sebuah bentuk akad istishna’ antara nasabah dengan LKS, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, LKS memerlukan pihak lain sebagai shani’ (pembuat) pada obyek yang sama, karena LKS sulit membuat atau menyiapkan barang yang menjadi tanggungjawabnya kepada nasabah.
10.  Keperluan itu dapat menduduki posisi darurat
Dalam akad jual-beli, hanya dibolehkan/dianggap sah apabila syarat dan rukunnya telah terpenuhi, di antaranya ialah bahwa obyek akad jual-beli telah terwujud. Tanpa suatu alasan yang bersifat darurat atau keperluan yang mendesak, tidak boleh diadakan keringanan dengan penyimpangan dari hokum tersebut. Demi kelancaran/kemudahan hidup atau untuk menghilangkan kesulitan diberikan keringanan dalam akad jual beli, yakni dianggap sah jual-beli meskipun obyek hokum belum terwujud, seperti pada akad salam, hanya menyebutkan sifat-sifat barang yang dipesan.
11.  Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum
12.  Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syara’)
Kebiasaan-kebiasaan yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara’ dalam mu’amalat seperti jual-beli, sew-menyewa, kerjasama pemilik sawah dengan penggarapnya dan sebagainya. Bila terjadi perselisihan pendapat di antara mereka, maka penyelesaiannya harus dikembalikan pada adat kebiasaan atau ‘urf yang berlaku. Demikian pula dalam perkawinan seperti banyaknya mahar dan nafkah. Sedangkan adat kebiasaan yang berlawanan dengan nash-nash syara’ atau bertentangan dengan jiwanya (ruh al-tasyri’, seperti kebiasaan suap-menyuap, disajikannya minuman keras dan saran perjudian dalam pesta-pesta dan lain-lain, tentu tidak boleh dijadikan dasar hukum, karena masalah-masalah tersebut jelas dilarang berdasarkan nash-nash syara’.

13.  Tindakan iman (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti maslahat
Contoh penerapannya :
a.       Pelaksanaan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan upaya untuk mengatasi kelebihan likuiditas Bank Syariah diperlukan instrument yang diterbitkan Bank Sentral yang sesuai dengan syariah. Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Akad yang digunakan yaitu, akad ju’alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
b.      Pemerintah boleh menggusur perkampungan rakyat untuk kepentingan sarana umum dengan imbalan ganti untung yang adil.
14.  Mencegah mafsadah (kerusakan) harus didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan
Perwujudkan kaidah ini adalah dengan adanya instrument Pasar Uang Antar Bank (PUAS). PUAS merupakan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang membantu peningkatan efisiensi pengelolaan dana.
15.  Yang dipandang (dipegang) dalam akad adalah maksud-maksud dan makna-makna, bukan lafaz-lafaz dan bentuk-bentuk perkataan
Apabila dalam suatu akad terjadi suatu perbedaan antara maksud dari si pembuat akad dengan lafaz yang diucapkannya, maka yang harus dipegang sebagai suatu akad adalah maksudnya, selama yang demikian itu masih dapat diketahui.
16.  Yang pokok (yang kuat) adalah tetap berlakunya apa (hukum) yang ada menurut keadaannya semula
Apabila seseorang menjumpai keraguan mengenai hukum suatu perkara, maka diberlakukan hokum yang telah ada atau yang ditetapkan pada masa yang telah lalu, sampai ada hukum lain yang merubahnya, karena apa yang telah ada lebih dapat diyakini.
17.  Pada dasarnya manusia adalah bebas dari tanggungan
Contoh penerapannya :
pada dasarnya manusia adalah bebas, tidak mempunyai tanggungjawab terhadap hak-hak orang lain. Adanya beban tanggungjawab adalah karena adanya hak-hak yang telah dimiliki atau perbuatan-perbuatan yang telah dia lakukan.
18.  “(Hukum yang lebih kuat dari sesuatu) asalnya tidak ada”
kaidah tersebut lazimnya berlaku pada yang sedang berperkara. Sebagai contoh, jika seseorang yang menjalankan modal (mudharib) melaporkan tentang perkembangan usahanya kepada pemilik modal (shahib al-mal), bahwa ia belum memperoleh keuntungan, atau telah memperoleh keuntungan tetapi sedikit, maka laporan mudharib/ pengelola itu yang dibenarkan, karena dari awal adanya akad mudharabah memang belum diperoleh laba dan keadaan ini sudah nyata, sedangkan keuntungan yang diharap-harapkan itu adalah suatu hal yang belum terjadi/ belum ada.
19.  Asal (hukum yang lebih kuat) dari tiap-tiap kejadian perkiraan waktunya adalah waktu yang terdekat
Contohnya, seorang pembeli TV menggugat penjualannya karena setibanya di rumah TV rusak tidak dapat dihidupkan. Gugatan pembeli tidak dapat diterima karena menurut asalnya pesawat TV itu terjual dalam keadaan baik. Kemungkinan besar kerusakan TV itu adalah pada waktu perjalanan kerumahnya, karena itulah waktu yang terdekat dengan pembeliannya.
20.  Pada dasarnya arti sesuatu kalimat adalah arti hakikatnya
Jika suatu ucapan bisa diartikan secara hakiki dan bisa pula diartikan secara majazi, maka berdasarkan kaidah ini arti hakiki yang harus dipegangi.
21.  “Tidak boleh berbuat kemudharatan pada diri sendiri dan berbuat kemadharatan pada orang lain”
Di dalam mu’amalat, mengembalikan barang yang telah dibeli lantaran adanya cacat dibolehkan. Demikian pula macam-macam khiyar dalam transaksi jual beli karena terdapat beberapa siat yang tidak sesuai dengan yang telah disepakati. Larangan terhadap al-mahjur, al-muflis, dan al-safih untuk bertransaksi dan syuf’ah.
22.  Kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang
23.  Tidak ada hukum haram beserta darurat dan hukum makruh beserta kebutuhan

Dari kedua kaidah tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan sangat terpaksa, maka orang diizinkan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa terlarang, karena apabila tidak demikian, mungkin akan menimbulkan sesuatu kemudharatan pada dirinya. 

Baca Juga : Kaidah-Kaidah Fikih Tentang Keuangan Islam (2/2)

KAIDAH- KAIDAH HUKUM ISLAM (QAWAID FIQHIYYAH) TENTANG KEUANGAN ISLAM

1.     Pendahuluan
Qawaid fiqhiyyah merupakan salah satu landasan penting bagi para mujtahid dalam menetapkan hukum islam. Qawaid fiqhiyyah ini memberikan kemudahan mengenai dasar- dasar hukum islam secara umum dari substansi materi hukum- hukum syara yang begitu banyak, dan dengan Qawaid fiqhiyyah tersebut dapat dipahami dengan mudah dari kaidah- kaidah tersebut dapat dipahami dengan mudah dari kaidah- kaidah tersebut.      

2.      Pengertian Qawaid Fiqhiyyah
Istilah Qawaid fiqhiyyah terdiri dari dua kata yaitu kata qawa’id dan fiqhiyyah. Qawaid secara etimologis adalah jama dari Qaidahyang artinya adalah asas, dasar atau fondasi baik yang bersifat abstrak maupun konkrit, seperti kata- kata qawaid al-bait, yang artinya fondasi rumah, qawaid al-din, artinya dasar- dasar agama, qawaid al-‘ilmi, artinya kaidah- kaidah ilmu.
Dalam istilah ahli gramatika bahasa Arab, kaidah antara lain bermakna :
Ø  Dhabit yang mempunyai makna hukum kulli yang mencakup bagian- bagiannya (partikular).
Ø  Proposisi yang bersifat universal (kulli) yang dapat diaplikasikan kepada seluruh bagian- bagiannya (juz’inya)
Ø  Suatu hukum dominan yang mencakup seluruh bagiannya.
Dari bebrapa pengertian kaidah tersebut dapat disimpulkan bahwa kaidah merupakan suatu ketentuan umum/ universal yang dapat diaplikasikan kepada seluruh bagian- bagiannya dan ketentuan dari bagian- bagian tersebut dapat diketahui dengan memahami ketentuan umum  itu.
Sedangkan makna fikih menurut istilah adalah pengetahuan tentang hukum- hukum syariah Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil- dalil secara detail, atau kodifikasi hukum- hukum syariah Islam tentang perbuatan manusiayang diambil dari dalil- dalil secara detail.

Jadi, pengertian Qawaid fiqhiyyah adalah kaidah atau dasar fikih yang bersifat umum yang substansi materinya meliputi bagian yang ‘banyak sekali berkaitan dengan hukum- hukum syara’ dan hukum- hukum syara yang banyak tersebut dapat dipahami dari kaidah- kaidah tadi.
3.     Sejarah Kemunculan Qawaid Fiqhiyyah
Kaidah- kaidah kulliyah atau kaidah- kaidah yang bersifat umum ini sering diistilahkan dengan al- asybah wa al-nazhair. Pengambiloan istilah ini menurut Hasbi al Shiddiqie dimungkinkan bersumber dari perkataan Umar kepada Abu Hasan al-Asya’ari. Tidak diketahui secara pasti mengenai kapan dan siapa yang pertama kali yang menggagas pembentukan kaidah fikih ini. Ada yang berpendapat bahwa qawaid fiqhiyyah ini telah ada sejak awal perkembangan Islam yang terformulasi dalam hadis- hadis nabi yang bersifat jawami ‘ammah (singkat dan padat ) seperti al-kharaf bila dhaman, la dharara wa la dhirara, dsb dan atsar (pernyataan) sahabat yang dikategorikan jawami al- kalim dan qaidah qaidah fiqhiyyah. Dari hadis dan atsar sahabat tersebut kemudian berpengaruh kuat terhadap fikih- fikih sesudahnya. Terkadang kaidah tersebut dijadikan sebagai penjelasan (syariah) atas hadis Nabi Muhammad SAW. 
Walaupun demikian, para ulama di bidang kaidah fikih mengakui bahwa kalangan fukuha Hanafiah merupakan generasi pertama yang mengkaji qawaid fhiqiyyah. Hal ini mengingat begitu banyaknya furu’ (ketentuan hukum yang bersifat bagian) dari para iamam mazhabnya yang berkembang pada waktu itu, yang terkadang sulit dihadapi dan diidentifikasi, sehingga mendorong untuk membuat kaidah- kaidah tersebut.
Pengumpulan qawaid fhiqiyyah dalam mazhab Hanafi ini dilakukan pertama kali oleh Abu Thahir al- Dabbas al- Hanafi, seorang ulama yang hidup pada abad III dan IV H, yang kemudian oleh para ahli dianggap sebagai penyusun pemula kitab qawaid fhiqiyyah. Dia mengumpulkan sebanyak 17 buah kaidah yang terpenting dari mazhab Hanafi, Abu Thahir selalu mengulang- ulang kaidah tersebut di masjid, setelah para jamaah pulang ke rumahnya masing- masing.
Kemudian abu Said al- Harawi al- syafi’i (488 H), seorang ulama mazhab Syafi’i mengunjungi Abu Thahir dan mencatat kaidah fikih yang dihapalkan oleh Abu Thahir. Terdapat 5 kaidah fikih yang teridentifikasi dicatat oleh Abu Said al- Harawi dari Abu Thahir tersebut. Kelima kaidah ini adalah:
1.      Segala sesuatu itu bergantung kepada maksud pelakunya
2.      Kemudharatan itu harus dihilangkan
3.      Adat kebiasaan itu menjadi hakim
4.      Keyakinan itu tidak bisa dihilangkan lantaran munculnya kerugian
5.      Kesukaran itu mendatangkan kemudahan
Sejak itu kemudian kajian kaidah fikih menjadi marak baik dari segi jumlah kaidah fikih yang muncul maupun dari kitab- kitab yang menyusun kaidah fikih tersebut. Pada abad VIII-IX hijriyah dinilai sebagai masa keemasan penyusunan buku- buku kaidah fikih. Lebih dari 10 antara lain:
1.      Al- Asybah wa al-Nadzhair karya Ibn Wakil al- Syafi’i         (716H)
2.      Kitab al- qawaid karya Al- maqqari al-Maliki                        (758H)
3.      Al- Asybah wa al-Nadzhair karya al- Subaki al-Syafi’i          (771H)
4.      Al- Asybah wa al-Nadzhair karya al-Isnawi                           (772H)
5.      Qawa’id fi al-fiqh karya al-Zarkasi al-Hambali                      (795H)
6.      Kitab al-Qawa’id karya Ibn al- Mulaqin                                 (804H)
7.      Al-Qawa’id wa al-Dhawabit karya Ibn Abdil Hadi               (880H)
Begitu juga pada abad- abad selanjutnya muncul kitab- kitab tentang kaidah fikih, baik yang bersifat penyempurnaan dari kitab- kitab sebelumnya seperti kitab yang disusun oleh Ibn al- Mulaqqin (804H) maupun melakukan kodifikasi dari kitab- kitab sebelumnya seperti yang dilakukan Imam al-Suyuthi (911H) dalam al-Asybah wa al-Nadzair nya. Ia melakukan kodifikasi dari kaidah- kaiidah fikih yang paling penting dalam karya al-‘Alai (761H), al-Subki (771H), dan al-Zarkasyi (794H). Begitu juga yang dilakukan Ibn Nujaim al-Hanafi (970H), ia telah menyusun kitab qawaid fiqhiyyah dengan nama al-asybah wa al- nazhair.
Pengkodifikasian qawaid fiqhiyyah mencapai puncaknya ketika tersusun majallah al-ahkam al-‘adliyyah oleh komite (lajnah) fuqaha pada masa Sultan al-Ghazi Abdul Aziz Khan al- Usmani (1861-1876H), pada akhir abad XIII H (1292H). Dalam penyusunan majallah ini komite telah melakukakn penelitian pustaka terhadap kaidah- kaidah yang ada sebelumnya terutama kitab al-Asybah wa al-Nadzair karya Ibnu Nujaim (970H) dan Majami’ al- Haqaiq karya al-Khadimi (1176H). Komite dengan selektif memilih dan memilah kaidah yang akan dimasukkakn ke dalam majalluh. Dalam penyusunannya, komite menggunakan redaksi yang singkat seperti undang- undang(qanun). Dalam majallah al-Ahkam ini terdiri dari 16 buku dengan 1851 pasal. Pada buku pertama memuat antara lain tentang kaidah- kaidah fikih (hukum Islam) sebanyak 99 kaidah dan transaksi jual beli (Pasal 101 s.d. 403) dan selanjutnya mengenai transaksi- transaksi mu’amalah dalam islam termasuk proses beracraa pengadilan.
Dengan demikian, kemunculan qawaid fiqhiyyah menjadi sebuah disiplin ilmu yang berdiri terjadi secara berangsur- angsur dan bertahap. Pada awalnya hanya berupa pemikiran tentang suatu persoalan, kemudian setelah pemikiran tersebut mantap, baru terbentuk menjadi sebuah kaidah.

4.     Proses Dan Kegunaaan Kaidah Fikih
Proses pembentukan kaidah fikih ini terjadi antara lain didorong oleh karena adanya kebutuhan memahami materi ketentuan hukum(fikih) yang begitu banyak. dengan adanya kaidah fikih ini dharapkan persoalan- persoalan yang muncul di masyarakat, dapat memperoleh jawaban secara cpat dan tepat sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah, serta dengan metodologi (ushul fikih) yang akurat.

Dengan latar belakang tersebut, maka proses pembentukan kaidah fikih, sebagai mana dijelaskan A Djazuli, bermula dari sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Hadis, kemudian muncul ushul fikih sebagai metodologi dalam penarikan hukum islam. Dengan menggunakan metodologi ushul fikih yang menggunakan pola pikir deduktif menghasilkan fikih. Fikih ini banyak materinya. Dari materi fikih yang banyak tersebut kemudian diteliti persamaan dengan menggunakan pola pikir induktif, kemudian dikelompokkan, dan tiap- tiap kelompok merupakan kumpulan dari masalah- masalah yang serupa, akhirnya disimpulkan menjadi kaidah- kaidah fikih. Kaidah- kaidah ini bersifat sementara, lalu agar kaidah tersebut mapan, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan kritisasi terhadap kaidah- kaidah tadi dengan banyak ayat dan hadis, terutama kesesuaiannya dengan ayat Al-Quran dan Hadis nabi. Setelah proses kritisasi, maka barulah kaidah ini menjadi kaidah fikih yang mapan. Apabila sudah menjadi kaidah yang mapan, maka para ulama menggunakan kaidah tadi untuk menjawab persoalan- persoalan yang terjadi dalam masyarakat, baik di bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya serta lainnya yang kemudian memunculkan fikih- fikih baru. Hasil dari jawaban terhadap ermasalahan tersebut kemudian menghasilkan fatwa- fatwa, yang kemudian sebagian dijadikan dasar oleh negara dalam menyusun peraturan perundang- undangan (Qanun).


           Kegunaan kaidah- kaidah fikih antara lain adalah sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui asas- asas umum fikih.
2.     Lebih mudah menetapkan masalah- masalah yang dihadapi.
3.     Lebih arif dalam menerapkan fikih sesuai dengan waktu dan tempat yang berbeda untuk keadaan dan adat kebiasaan yang berlainan.
4.     Dapat memberikan jalan keluar dari berbagai perbedaan pendapat di kalangan ulama atau setidak- tidaknya menguatkan pendapat yang lebih mendekati kepada kaidah- kaidah fikih.
5.     Akan mengetahui rahasia- rahasia dan semangat hukum- hukum Islam yang akan tersimpul dalam kaidah- kaidah fikih.
6.     Akan memiliki keleluasaan ilmu dan ijtihadnya mendekati kepada kebenaran, kebaikan, dan keindahan.


Baca Juga : Kaidah-Kaidah Fikih Tentang Keuangan Islam

Kamis, 23 Juni 2016

Makalah Tantangan Stratejik SDM (1/2)

Tantangan terpenting yang harus dihadapi manajemen sumber daya manusia selalu berkaitan dengan rencana sratejik perusahaan. Rencana stratejik sendiri memiliki pengertian, yaitu rencana agar perusahaan dapat menyesuaikan kekuatan dan kelemahan internal dengan kesempatan dan ancaman dari luar dalam rangka memelihara keuntungan kompetitif. Tugas manajemen selanjutnya adalah memformulasikan strategi khusus. Dimana strategi ini berfungsi membawa perusahaan dari tempat berpijak saat ini menuju tempatnya ingin berada. Contoh dari rencana stratejik misalnya mengharuskan peningkatan kualitas produk perusahaan.
Manajer SDM harus memikirkan tiga tantangan mendasardalam memformulasikan strategi SDM mereka. Ketiga tantangan tersebut, yaitu:
a.       Keharusan mendukung produktivitas dan upaya peningkatan kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi ekonomi dunia yang menyebabkan adanya kompetisi tinggi sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja secara terus menerus.
b.      Karyawan memainkan peran yang makin luas dalam usaha perbaikan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, seluruh elemen yang berhubungan dengan kinerja tinggi membutuhkan komitmen dan kompetensi karyawan tingkat tinggi.
Kedua tantangan diatas menunjukan bahwa focus perhatian SDM adalah mendorong kemampuan kompetitif dengan mengelola kinerja karyawan dengan membangun organisasi kinerja tinggi dan terukur
c.       SDM harus terlibat lebih jauh dalam mendesain-tidak hanya melaksanakan-rencana stratejik perusahaan.
Dalam memformulasikan strategi, manajemen puncak butuh masukan dari para manajer yang bertanggung jawab mempekerjakan, memberikan pelatihan, dan kompensasi pada karyawan perusahaan.

1.      Proses Manajemen Stratejik
Manajemen stratejik termasuk fase implementasi. Ini merupakan proses pengidentifikasian dan pelaksanaan misi organisasi, dengan menyesuaikan kemampuan perusahaan dan tuntutan lingkungannya. Sedankan, perencanaan stratejik adalah bagian dari proses manajemen stratejik perusahaan. Dalam rasa yang paling sederhana, perencanaan adalah sederhana: memutuskan dalam bisnis apa Anda  sekarang dan di bisnis mana Anda ingin berada, memformulasikan strategi untuk mencapainya, dan melaksanakan rencana Anda. Perencanaan stratejik mencakup beberapa hal seperti terlihat pada gambar.

Tahap 1: Mengidentifikasi Bisnis dan Misi
Para ahli manajeme menggunakan istilah visi dan misi untuk membantu mendefinisikan bisnis prusahaan saat ini dan di masa depan. Visi cenderung lebih luas dan lebih berorientasi ke depan daripada misi. Visi adalah pernyataan umum tentang tujuan yang direncanakan yang merupakan sumber perasaan emosional anggota organisasi. Sedangkan, misi tersedia untuk mengomunikasikan siapa perusahaan tersebut, apa yang dilakukannya, dan di mana dia dapat memimpin. Misi perusahaan lebih spesifik dan jangka pendek.

Tahap 2: Menghadirkan Audit Eksternal dan Internal
Hal mendasar dari rencana stratejik adalah memilih arah tindakan perusahaan yang masuk akal, berkaitan dengan kesempatan dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dan kekuatan serta kelemahan internal yang dimiliki. Untyk memfasilitasi audit internal dan eksternal, banyak manajer yang menggunakan analisis SWOT untuk mengkonversi dan mengorganisasikan proses ientifikasi Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan, dan Ancaman perusahaan.

Tahap 3: Menerjemahkan Misi dan Tujuan Stratejik
Mengevaluasi dan bertindak melalui kerja sama public dan swasta untuk meningkatkan sistem energy adalah satu hal; mengoperasikan misi tersebut bagi para manajer adalah hal lain, manajer perusahaan butuh tujuan stratejik jangka panjang. Manajer membutuhkan tujuan yang spesifik, yang mencangkup wilayah memapankan nilai pemegang saham melalui peningkatan niai persaham; melanjutkan komitmen untuk membangun balance sheet yang kuat; dan menyeimbangkan bisnis melalui pelanggan, produk, dan wilayah geografis.

Tahap 4: Memformulasikan Strategi untuk Mencapai Tujuan
Stratejik Strategi perushaan adalah jembatan penghubung perusahaan berada sekarang dengan di mana perusahaan ingin berda di masa depan. Strategi merupakan rencana jangkan panjang perusahaan mengenai bagaimana perusahaan akan menyeimbangkan kekuatan dan kelemahannya, kesempatan eksternal dan ancaman yang dihadapinya untuk menjaga keuntungan kompetitif. Pemahan dan komitmen terhadap strategi membantu perusahaan memastikan karyawan membuat keputusan yang konsisten dengan kebutuhan perusahaan.

Tahap 5: Implementasi Tindakan
Implmentasi strategi melibatkan penggunaan dan pengaplikasian seluruh fungsi manajemen, perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, memimpin, dan pengontrol.

Tahap 6: Evaluasi Kinerja
Strategi perusahaan tidaklah selalu berhasil. Mengelola strategi merupakan proses yang terus berlanjut. Pesaing akan memperkenalkan produk dan inovasi baru yang akan mengurangi kebutuhan terhadap beberapa jenis produk tertentu tetapi akan menambah kebutuhan pada produk tertentu lain. Pentignya control startejik adalah menjaga strategi perusahaan agar tetap mengikuti perkembangan zaman. Ini merupakan proses evaluasi keajuan yang dicapai melalui tujuan-tujuan stratejik dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan. Tugas manajemen adalah mengawasi tingkat kesesuaian perusahaan dengan tujuan stratejik dan mempertanyakan mengapa terjadi evaluasi.

2.      Jenis Perencanaan Stratejik
                       Perusahan yang terdiri dari beberapa bisnis membutuhkan strategi tingkat korporasi. Strategi pada tingkat korporasi mengidentifikasi portofolio bisnis secara kseluruhan , terdiri dari perusahaan dan cara berhubungan satu sama lain. Misalnya saja, strategi diversifikasi perusahaan memberikan dampak perusahaan akan diperlukan dengan menambah jalur produk baru. Strategi integrasi vertical berarti memperluas perusahaan dengan memproduksi bahan mentah sendiri atau menjual produknya secara langsung dan lain sebagainya. Konsolidasi mengurangi ukuran perusahaan dan perluasaan geografis.
                       Pada perusahaan yang tingkatnya lebih  rendah biasanya butuh strategi kompetitif/tingkat bisnis. Strategi ini mengidentifikasi bagaimana membangun dan memperkuat posis kompetitif jangka pangjang di pasar.
                       Pada dasarnya setiap perusahaan pasti mencari keuntungan kompetitif. Keuntungan kompetitif sendiri memiliki pengertian semua factor yang memungkinkan organisasi mendiferensiasikan produk atau jasa dari produk dan jasa pesaing untuk meningkatkan persentasi pangsa pasar. Biasanya perusahaan menggunakan beberapa strategi kompetitif untuk mencapai keuntungan tersebut. Beberapa strategi tersebut adalah:
a.       Kepemimpinan berbiaya rendah
Orientasi bisnis adalh menjadi industry dengan biaya rendah.
b.      Diferensial
Perusahaan berupaya berdeda dari yang lain dalam industry pada aspek yang dinilai tinggi oleh pembeli.
c.       Strategi fungsional
Serangkaian tindakan mendasar yang harus diikuti oleh setiap departemen untuk membantu bisnis mencapai tujuan kompetitif.

3.      Pencapaian Kesesuaian Stratejik
                       Michael Porter, seorang ahli perencanan stratejik menekankan pandangan “kesesuaian”. Dia mengatakan bahwa semua aktivitas perusahaan harus dirangkai untuk atau sesuai dengan strateginya, dengan memastikan bahwa strategi fungsional perusahaan mendukung strategi korporasi dan kompetitif. Karena melalui keseuaian itualah perusahaan akan lebih tertata strategi perusahaannya. Namun, menurut ahli strategi Gary Hamel dan C.K Prahalad, terlalu memikirkan kesesuaian dapat membatasi pertumbuhan. Mereka mengajuka argumentasi “perenggangan”. Argumentasi ini menjelaskan bahwa sumber daya yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi mampu memberikan tambahan pada apa yang telah dimiliki dan akan melalukan lebih dengan apa yang miliki.

4.      SDM dan Keuntungan Kompetitif
                       Strategi kompetitif dapat dikatakan efektif apabila perusahaan memiliki satu atau lebih keuntungan kompetitif. Keuntungan kompetitif tersebut dapat berupa berbagai macam bentuk, tergantung adari jenis perusahaan itu sendiri. Biasanya keuntungan kompetitif itu berupa orang atau karyawan yang dimiliki serta sistem manajemen perusahaan.

5.      Manajemen SDM Stratejik

                       SDM stratejik mengacu pada serangkaian tindakan spesifik manajemen SDM yang didorong oleh perusahaan untuk mencapai tujuan. Selain itu, tujuan terpenting dari strategi SDM adalah membangun karyawan yang memiliki komitmen, terutama dalam lingkungan tanpa serikat kerja. Manajemen sumber daya manusia stratejik berarti memformulasikan dan melaksanakan sistem SDM mencangkup kebijakan dan aktivitas yang menghasilkan kompetensi dan perilaku karyawan yang dibutuhkan perusahaan untuk meraih tujuan stratejik. Berikut ilustrasi berbagai keterkaitan antara strategi SDM dan rencana stratejik perusahaan dan hasilnya.


Makalah Tantangan Stratejik SDM (2/2)

Peran strategik SDM
Keterliban manajer SDM dalam perencanaan strategik, sering kali terdapat perbedaan antara penulis dengan apa yang dilakukan oleh CEO. Seorang penulis mengatakan bahwa masukan dari SDM professional sangat penting: mereka mengidentifikasikan masalah yang sangat penting berkaitan dengan strategi bisnis perusahaan, dan meramalkan halangan potensial untuk meraih sukses. Namun hal ini berbeda ketika Rick Wagner mengambil alih fungsi sebagai CEO General Motor. Wagner menyusun sebuah komite senior eksekutif  (the “Automatic Strategies Board”). Komite ini memasukan tiga unsur penting yakni, Kepala urusan keuangan, kepala urusan informasi, dan wakil direktur SDM.
Studi dari Universitas Michigan menyimpulkan bahwa kinerja tiggi SDM professional perusahaan mengidentifikasikan masalah manusia yang sangkat penting bagi strategi bisnis dan membantu membangun dan melaksanakan strategi.
Menurut survey hanya separuh dari manajer senior SDM dilibatkan dalam pengembangan rencana bisnis perusahaan. Seperti asumsi manajer SDM mengenai tanggung jawab yang lebih besar dari perencanaan strategik, mereka harus mempelajari keahlian SDM baru. Ini tidak hanya berarti keahlian teknis yang berkaitan dengan aktivitas seperti seleksi dan pelatihan. Manajer SDM akan butuh pemahaman yang baik tentang nilai-nilai yang membentuk rencana perusahaan.
Peran SDM dalam melaksanakan strategi
Melaksanakan strategi merupakan inti dari pekerjaan perencanaan strategik manajer SDM. Seperti the riverbanks for a boat steming up a water way, strategi dan kebijakan fungsional perusahaan membentuk batasan luas yang menentukan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh manajer fungsional, dan memberikan satu set perangkat apa yang boleh dilakukan oleh manajer fungsional.
Aturan dasarnya adalah aktivitas, kebijakan, dan strategi departemen SDM harus masuk akal berkaitan dengan strategi kompetitif dan korporasi perusahaan. Strategi SDM Dell—meja penolong basis web, yang memusatkan biro pelayanan intranet SDM—menolong perusahaan melaksanakan strategi biaya rendah Dell dengan lebih baik.
Manajemen SDM mendukung implementasi strategi dengan cara yang berbeda. Comtoh, SDM memberikan arahan pelaksanaan pada sebagian besar pendetailan dan penstrukturan kembali strategi perusahaan, dengan menempatkan mantan karyawan, rencana menginstitusional pembayaran terhadap kinerja, mengurangi biaya perawatan kesehatan, dan memberikan pelatihan ulang karyawan.
Peran SDM dalam formulasi strategi
SDM membantu manajemen puncak memformulasikan strategi dalam berbagai cara. Contohnya, formulasi rencana stratejik perusahaan di satu sisi membutuhkan identifikasi, analisis, dan keseimbangan antara kesempatan dan ancaman dari luar perusahaan dan disisi lai, kekuatan dan kelemahan internal. Diharapkan hasil dari rencana stratejik perusahaan dapat mendatangkan keuntungan pada kekuatan dan kesempatan perusahaan meminimasi dan menetralisasi ancaman dan kelemahannya. Dari posisi eksternal, manajemen SDM berada di posisi yang unik untuk memberikan kecerdasan kompetitif yang dapat bermanfaat dalam proses perencanaan stratejik.
SDM berpartisipasi dalam proses formulasi strategi dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan manusia dalam perusahaan. Contohnya, keputusan IBM tahun 1990 membeli lotus software sebagian disebabkan oleh kesimpulan bahwa sumber dayanya sendiri tidak cukup untuk memungkinkan perusahaan memosisikan diri sebagai pemimpin industry dalam system jaringan, atau paling tidak melakukannya dengan cukup cepat.

Menciptakan system SDM yang berorientasi pada strategi
Terdapat tiga komponen dasar suatu proses SDM.
1.      Professional SDM yang berorientasi pada strategi
2.      Kegiatan dan kebijakan SDM
3.      Kompetensi dan perilaku karyawan

Sistem Kerja Kinerja Tinggi
HPWS adalah satu set kebijakan dan praktik SDM yang memaksimasi kompetensi, komitmen, dan kemampuan karyawan perusahaan. Pada praktiknya, SDM HPWS memberikan hasil superior yang dapat diukur. Yang perlu digaris bawahi, manajer tidak dapat membiarkan SDM tidak dikelola. Kebutuhan HPWS tampak jelas sebagai persaingan global yang semakin intensif ditahun 1990-an. Perusahaan butuh cara untuk mendayagunakan sumber daya manusia mereka dengan lebih baik saat mereka berjuang meningkatkan kualitas, produktivitas dan responsivitas.

Manerjemahkan strategi ke dalam kebijakan dan praktik SDM
Manajemen memformulasikan rencana stratejik. Rencana stratejik tersebut mengimplikasi beberapa persyaratan tenaga kerja, berkaitan dengan keahlian, karakteristik, dan perilaku karyawan yang harus diberikan oleh SDM untuk memberdayakan bisnis agar dapat mencapai tujuan stratejik. Dengan memberikan persyaratan tenaga kerja, manajemen SDM memformulasikan tujuan dari praktik, kebijakan dan strategi SDM pada pencapaian keahlian, karakteristik dan perilaku tenaga kerja. Idealnya manajemen SDM lalu mengidentifikasi ukuran “Score Card” yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana inisiatif SDM baru mendukung tujuan stratejik manajemen.

Strategi SDM dalam pelaksanaan: Contoh
Pada tahun 1990-an Einstein Medical melakukan perubahan organisasional. Mereka mengilustrasikan bagaimana perusahaan memformulasikan dan menggunakan strategi SDM untuk melaksanakan stratejik mereka. Banyaknya hambatan yang dilalui membuahkan sebuah kesimpulan yakni, mengimplimentasi beberapa program dan praktik SDM baru adalah jawaban dari semua yang telah dilakukan Einsten Medical. Salah satunya adalah program pelatihan dan komunikasi yang ditujukan untuk memastikan bahwa karyawan memahami dengann baik visi baru perusahaan dan apa yang akan dibutuhkan oleh seluruh karyawan. Hal lain, peningkatan kualitas kerja dengan kata lain hal ini mampu mengembangkan diri karyawan sendiri dalam bekerja. Pengembalian korespondensi juga merupakan kunci lain strategi inisiatif  SDM. 

Pendekatan Human ResourcesScorecard
            Kartu nilai SDM adalah suatu system untuk mengukur efektifitas dan efisiensi fungsi SDM dalam menghasilkan perilaku karyawan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan strategic perusahaan. Kartu ini menunjukkan standar kuantitatif, atau ‘metrik’ yang digunakan perusahaan untuk mengukur aktivitas SDM, dan mengukur perilaku karyawan sebagai hasil dari kegiatan ini, dan mengukur hasil organisasi yang secara strategic relevan dengan perilaku karyawan.
Informasi untuk menciptakan Human ResourcesScorecard
            Untuk menciptakan kartu SDM manajer membutuhkan 3 tipe informasi. Pertama dia harus tahu apa strategi perusahaan. Kedua, manajer harus memahami bagaimana hubungan sebab akibat antara aktivitas SDM, perilaku karyawan, hasil keluaran organisasi, dan kinerja organisasi. Ketiga, manajer harus memiliki ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur semuaaktivitas dan semua hasil yang terlibat, khususnya aktivitas SDM, perilaku karyawan yang muncul, hasil keluaran organisasi yang secara strategic relevan, dan kinerja organisasi.
Menggunakan pendekatan Human ResourcesScorecard
            Ada tujuh tahap dalam penggunaan kartu nilai SDM untuk menciptakan hasil strategikyang beroroentasi pada system SDM, yaitu :
1.      Mendefinisikan strategi bisnis.
Menciptakan strategi yang berorientasi pada system SDM dimulai dengan mengidentifikasikan apa rencana strategic perusahaan. Pada tahap ini manajemen menterjemahkan rencana strategic yang luas ke dalam tujuan strategic spesifik dan dapat digunakan.
2.      Menjabarkan rantai nilai perusahaan
Analisis rantai nilai mengidentifikasikan aktivitas primer yang menciptakan nilai bagi pelanggan dan aktivitas pendukung lainnya. Setiap aktivitas adalah bagian dari proses merancang, memproduksi, memasarkan, dan mengirim sebuah produk atau jasa.menjabarkan rantai nilai perusahaan menunjukkan rantai aktivitas yang sangat penting. Ini dapat menolong manajer memahami lebih baik aktivitas yang mengarahkan kenerja dalam perusahaan mereka. Dengan kata lain, ini adalah alat untuk menvisualisasikan, mengisolasi dan menganalisa aktivitas terpenting dan biaya strategic perusahaan.
3.      Mengidentifikasi keluaran organisasi yang secara strategic dibutuhkan
Setiap perusahaanharus mengahasilkan keluaran yang sangat penting, secara strategic relevan untuk mencapai tujuan srategik.Berdasarkan pemahaman bagaimna computer itu berjalan, dan mungkin dari analisis nilai perusahaaan, dalam tahap ini manajer mengidentifikasikann dan menspesifikasi hasil organisasi yang relevan secara strategic.
4.      Mengidentifikasi perilaku dan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan
Yang menjasi pertanyaan disini adalah “Apa kompetensidan periklaku karyawan yang harus ditunjukkan oleh karyawanagar perusahaan dapat menghasilkan keluaran organisasi yang relevan secara strategic, dan dapat mencapai tujuan strategic?”.Kompetensi dan perilaku seperti tanggungjawab pribadi, bekerja secara proaktif, motivasi, perilaku menghargai, dan komitmen menghasilkan keluaran organisasi yang relevan secara strategic, dan mengarahkan kinerja organisasi.
5.      Mengidentikasi aktivitas dan kebijakan system SDM yang relevan secara strategic
Saat manajer SDM tahu aktivitas dan perilaku karyawan yang dibutuhkan, dia dapat mengubah tugas pengidentifikasian kebijakan dan aktivitas SDM yang akan membantu menghasilkan perilaku dan kompetensi karyawan ini. Contohnya, semua perusahaan bekinerja tinggi cenderung menggunakan pembayaran insentif. Bagaimanapun, apa bentuk pembayaran insentif yang tepat, yang harus dilakukan oleh perusahaan? Apa perilaku spesifik yang ingin didorong? Sipa yang akan memutuskan jika seseorang mendapatkan pembayaran insentif? Berpa persen dari tital gaji besarnya insentif tersebut?. Dengan kata lain, untuk mencapai perbaikan kinerja orgasisasi, manajemen SDM harus menggabungkansistem SDM (praktik dan kebijakan SDM) dengan kebutuhan strategik spesifik perusahaan.
6.      Mendesain system pengukuran kartu nilai SDM
Pengukuran seperti ini melakukan dua funsi. Pertama, untuk menskalakan sehingga manajer dapat menguantifikasi setiap keluaran organisasi, dan kompetensi karyawan, serta kebijakan/aktivitas SDM, pengukuran ini dapat membantu perusahaan dan manajer SDM menilai kinerja SDM secara jelas dan kuantitatif. Kedua, pengukuran dapat membantu manajer SDM membangun situasi bisnis yang persuasif dan terukur untuk bagaimana SDM berkontribusi mencapai tujuan keuangan strategic perusahaan.
7.      Evaluasi secara periodik system pengukuran
Manajer SDM tidak dapat mengasumsikan bahwa berbagai ukuran dan keterkaitan kartu nilai SDM akan selalu sama. Mungkin pengurangan keluhan tidak memiliki pengaruh yang diasumsikan pada peningkatan semangat. Mungkin perusahaan harus mengurasi beberapa ukuran karyawan dalam cakupan luas perusahaan seperti pelayanan pelanggan dimeja depan dan menambahkan yang baru. Dalam situasi apapun, manajer SDM harus mengevaluasi secara periodic ukuran dan hubungan, untuk memastikan semuanya masih valid.

Selengkapnya : http://pusatdatamakalah.blogspot.co.id/2016/06/tantangan-stratejik-sdm-12.html